Sepanjang Jalan Malioboro
di jalan malioboro
kita lukis waktu di bangku kosong ini
dengan mata pena mencatat pagi
sebagai kenangan fana
sebab yang kekal hanya dalam puisi
di jalan malioboro
mata kita menjelma tukang potret sejati
seperti gambar di mataku kuda-kuda
berlari menyeret tubuh sebagai penyingkat waktu
atau kita foto turis-turis berjalan telanjang
hanya setipis daun pisang menutup dadanya
di jalan malioboro
kita berjam-jam sudah, dengan mata
mengabadikan kenangan ke dalam kata-kata
yang masih kacau dalam ingatan
lalu setelah jenuh meronta dalam tubuh
akhirnya kita akhiri dengan gegas berjalan
meninggalkan bangku ini dengan sepuntung
kenangan mengepul dalam ingatan
*
Lelaki Bunga Bangkai
— Orak
lelaki itu berinisial bunga bangkai
tak bulan tak matahari terkulai hatinya
di tangkai kamar paling pojok dengan
daun pikiran tampak berurat angan ingin
wangi tubuhnya sebagai taman kesturi
namun ia selalu pecah hati, kendur wajah
merenungi sedap bau bunga-bunga bangkai
menyerbak di tubuhnya bermandikan peluh
tapi pernah ia suatu pagi coba mandi minyak
wangi namun tubuhnya selalu menolak harum
waktu pun tak banyak bicara di dekatnya
hanya diam dan diam lalu angin berkata kasihan
*
Lelaki Sang Pemimpi
— Anas
tubuhmu duduk mematung di sana
menatap langit khayal dengan mata
tumbuh bintang zohal secerlang bulan
mimpimu terapung di langit waktu
atau ketika malam bertamu ke hatimu
dan lamunan menikahimu berkali-kali
juga berkali-kali mata dan pikaranmu
memecah batu kemalasan di dasar kekekalan
dengan kata menjadi cangkul dalam buku
mengali-gali perigi pengetahuanmu demi mimpi
bermetamorfosis menjadi sumber air bahagia
mengairi sungai hidupmu ke puncak surga