KURUNGBUKA.com – Yang pernah menjadi remaja pada masa Orde Baru memiliki ingatan bacaan-bacaan, yang mengiringi hari-hari selama di sekolah dan rumah. Ada yang bersumpah sampai mati membaca novel-novel romantis. Ada yang ikut membaca koran langganan bapaknya sekalian mengisi lembaran TTS. Dan percaya ramalan bintang Ada juga remaja yang membentuk dirinya melalui pilihan majalah-majalah yang memuaskan selera zaman.
Pada masa lalu, mereka sudah suka radio, bioskop, atau tongkrongan. Namun, bacaan ikut menentukan identitas sekaligus upaya bahagia sepanjang hari. Masa remaja, masa yang rawan, Yang masih mau menikmati bacaan mumgkin tidak akan tersesat atau “murtad” dari pembangunan nasional. Kaum remaja mendapat beban dari Soeharto dan orangtua dalam tuntutan: bergunan bagi keluarga, agama, dan negara.
Perintah rajin belajar menimbulkan siksa. Para remaja yang pacaran mendapat khotbah bersumber kitab suci atau diancam dengan hukuman-hukuman. Sehingga, remaja yang membaca untuk hiburan, pelampiasan dendam, atau seumbunyi dari kenyataan mungkin berani menertawakan segala fatwa yang membuat mereka selalu dikhawatirkan nakal dan melawan Pancasila.
Awalnya, orang-orang membaca majalah Femina. Bacaan untuk kaum dewasa. Pihak redaksi membuat tambahan kesibukan dengan mengadakan majalah yang dinamakan Gadis. Jadi, majalah untuk dibaca kaum remaja putri atau disebut gadis. Yang membaca Gadis kelak dianjurkan berlanjut membaca Femina. Apakah majalah Gadis hanya mengajarkan kecantikan, kelezatan, hiburan, busana, dan pergaulan? Di beberapa lembar Gadis, pembaca menemukan cerita dan puisi.
Yang istimewa terdapat dalam majalah Gadis, 6-15 Februari 1984. Para pembaca mendapatkan hadiah berupa sisipan yang berisi puisi-puisi: 16 halaman. Di tulisan pengantar, ada kalimat-kalimat mencengangkan untuk diresapi para gadis: “Namun, apakah puisi terlibat yang pantas diberi predikat sebagai puisi yang masak dengan humaniora? Dan, apa pula puisi terlibat? Seberapa jauh sebuah puisi bisa dinobatkan sebagai puisi terlibat? Konon menurut orang yang punya maksud, puisi terlibat adalah puisi yang sanggup melibatkan secara total apa yang dialami dan dirasakan oleh zamannya. Puisi yang mau melibatkan secara roh dan bersukma berbagai gejala sosial dan kemanusiaan.”
Bayangkan kalimat-kalimat yang berat untuk para gadis setelah memilih halaman-halaman yang menghibur dan membahagiakan! Di sisipan itu terdapat puisi-puisi gubahan Rendra dan Yudhistira ANM Massardi (Yudhis). Sejak lama, Yudhis mengerti selera remaja meski sering menimbulkan debat dalam sastra Indonesia, Rendra telanjur dikenal dengan pengarang romantis dan berani menyampaikan kritik-kritik.
Jadi, para gadis disuguhi puisi Rendra yang berjudul “Sajak Widuri untuk Joki Tobing.” Anggaplah puisi yang terlibat sekaligus romantis. Yang apik dikutip: Kita duduk bersandingan/ menyaksikan hidup yang kumal/ Dan perlahan tersirap darah kita/ melihat sekuntum bunga telah mekar/ dari puingan masa yang putus asa. Semoga ada gadis yang kagum saat membaca puisi Rendra dan menyalinnya di buku tulis. Gadis yang merenungi zaman, yang mengerti ruwetnya kehidupan.
Setelah rampung menyantap suguhan Rendra, para gadis berganti membaca puisi gubahan Yudhis yang berjudul “Balada Joni dan Nani”. Puisi yang agak lucu tapi boleh dicap puisi terlibat. Yang membaca menyadari nasib kaum muda masa 1980-an. Yudhis mengisahkan: Dengan hati bungah Joni keluar rumah/ Celana bluejeans, sepatu karet, oblong putih/ Sepanjang jalan Joni berdandan/ Sepanjang jalan Joni berdendang// Dengan hati susah Nani pulang kuliah/ Ia gemas jalanan macet dan badan letih/ Sepanjang jalan Nani gemetaran/ Sepanjang jalan Nani penasaran. Puisi yang “menghibur” dan mengajak menilai zaman.
Pada situasi berbeda, kita bisa membandingkan para gadis hari ini membaca puisi-puisi gubahan Afrizal Malna dan Joko Pinurbo. Namun, mereka tidak membacanya dalam majalah-majalah. Yang mau membaca mudah menemukannya di internet. Tangan para gadis tidak lagi membuka halaman-halaman majalah tapi berganti ponsel. Beruntunglah mereka jika mencari dan menmukan puisi-puisi yang dilihatnya sejenak gara-gara tergoda yang lain-lain.
Kita memuji saja para gadis masa lalu yang dihibur puisi-puisi bermutu dari dua pengarang kondang. Istimewalah majalah Gadis yang menyajikan persembahan puisi dari Rendra dan Yudhis. Apakah dulu ada gadis yang menngingat dan mengutip puisi-puisi mereka untuk dibawa masuk ke kelas atau diomongkan saat pacaran?
*) Image by dokumentasi pribadi Bandung Mawardi (Kabut)
Dukung Kurungbuka.com untuk terus menayangkan karya-karya penulis terbaik dari Indonesia. Khusus di kolom ini, dukunganmu sepenuhnya akan diberikan kepada penulisnya. >>> KLIK DI SINI <<<