KURUNGBUKA.com – Pada abad XXI, ada anak yang masih penasaran buku. Ia sebenarnya hidup dalam suasana teknologis. Namun, orangtua mampu memberi batasan agar anak menikmati hari-hari yang tidak terlalu dikutuk alat-alat teknologi mutakhir. Artinya, anak tetap mengerti dunianya tapi memiliki gayutan masa-masa yang telah berlalu dengan setangkai cerita yang mengejutkan.
Anak itu terdapat dalam novel berjudul The Lost Library (2025) gubahan Rebecca Stead dan Wendy Mass. Anak kecil yang tinggal di kota kecil, sehari-hari menjadi murid yang terpikat matematika. Ia mau beranjak remaja tapi memiliki bayangan-bayangan yang menakutkan. Inginnya waktu bergerak lambat agar ia masih anak-anak.
Ia ingin sering bergembira. Yang diceritakan adalah kebiasaan harian seorang anak bernama Evan: “Di depan sana, Evan melihat pohon magnolia yang berarti dia sudah tiga perempat jalan menuju sekolah. Ia memeriksa arloji. Dengan berlari sedikit, ia mendapatkan lima menit waktu luang. Evan senang memiliki waktu luang dan menghabiskannya sesuka hati.”
Anak yang selamat dari godaan gawai. Padahal, anak-anak abad XXI biasa mendapat serangan dahsyat saat mereka memiliki waktu luang. Artinya, hitungan menit-menit diarahkan agar tangan dan matanya sibuk dengan gawai. Evan, anak yang masih suka melamun dan membuat peristiwa-peristiwa sederhana dalam waktu senggang. Ia berada dalam pengalaman waktu yang mengesankan sesuai kehendak.
Kini, kita bakal dipusingkan saat memikirkan hak anak dan waktu senggang. Hitungan waktu kita sudah bermasalah. Anak pun terdampak meski bermain atau berbuat sesuka hati tetap bisa terselenggara sebelum rebutan kepentingan.
*) Image by resensi.ilarizky.com
Dukung Kurungbuka.com untuk terus menayangkan karya-karya penulis terbaik dari Indonesia. Khusus di kolom ini, dukunganmu sepenuhnya akan diberikan kepada penulisnya. >>> KLIK DI SINI <<<