KURUNGBUKA.com – (10/07/2024) Sastra sering “terjebak” perang. Tulisan-tulisan yang dihasilkan menyeru perdamaian. Namun, ada pengarang yang membat tulisan mengobarkan perang dengan capaian menang atau kalah. Kita mengerti sastra dan perang menjadi warisan besar pada abad XX.
Kita mudah mengumpulkan dan membaca lagi album tulisan yang berkaitan perang. Para pengarangnya pun dapat dikenali dalam keberpihakannya mencipta perdamaian atau menjadikan perang sebagai cara memunculkan nasionalisme. Tulisan-tulisan yang dokumentatif dan provokatif. Pada abad XXI, sastra masih berurusan perang.
Di Timur Tengah, gejolak politik mudah menimbulkan konflik bersenjata. Kita kaget mengetahui “perang-perang” yang digelar pada abad XXI. Pengarang turut bertanggung jawab agar perang usai. Adonis, nama yang sering disebut dalam konflik-konflik di Timur Tengah. Ia terus menulis saat situasi makin tak keruan dan sadar Eropa memiliki pandangan yang tak selaras.
Adonis mengungkapkan: “Membuat puisi itu seperti membuat udara, seperti membuat parfum, seperti bernapas. Itu tidak dapat diukur dengan standar materialistis. Inilah sebabnya mengapa puisi membenci perang dan tidak pernah terikat dengannya.”
Ia meyakinkan penulisan puisi demi perdamaian dunia. Pada masa lalu, ia mengetahui sastra malah digunakan dalam berperang. Ia menghendaki puisi tak kotor dan jatuh dalam kepentingan perang. Perang tak diinginkan tapi terjadi.
Pendapat yang diajukan: “Tetapi setelah perang usai mungkin untuk merenungkan mayat, puing-puing, kehancuran, reruntuhan. Kemudian, seseorang dapat menulis sesuatu tapi itu masih merupakan elemen perang.” Yang terjadi pada abad XXI, yang tulisan-tulisan masih berkaitan perang.
(Charles M, 2022, Adonis: Seorang Revolusioner Syair Arab, Basabasi)
Dukung Kurungbuka.com untuk terus menayangkan karya-karya terbaik penulis di Indonesia. Khusus di kolom ini, dukunganmu sepenuhnya akan diberikan kepada penulisnya. >>> KLIK DI SINI <<<