Suatu hari yang cerah….

            “Lalalalaa…, waktunya ke rumah Putri Maryam, untuk bermain,” sorak Putri Aisyah dengan gembira.

            Putri Aisyah tinggal di kerajaan Negeri Bunga. Negeri Bunga sangat damai dan asri, karena semua penduduk menanam beragam tanaman di pekarangan rumah mereka masing-masing. Raja Alif dan Ratu Azizah adalah orang tua dari Putri Aisyah.

Putri Aisyah memiliki rambut hitam yang panjang, bulu mata lentik dan warna kulit putih. Putri Aisyah adalah anak tunggal tapi tenang saja Putri Aisyah memiliki sahabat, namanya Putri Maryam, mereka berdua bersahabat baru 2 minggu.

Putri Maryam berasal dari Kerajaan Negeri Padi. Di Negeri Padi penduduk hidup damai dan penduduk juga menanam padi di kebun mereka. Negeri Padi adalah tetangga negeri Bunga, hanya sebuah sungai yang membuat kedua Negeri itu berjarak, lalu ada jembatan yang menghubungkan Negeri Bunga dan Negeri Padi.

            Putri Aisyah mulai menyusuri jembatan yang berakhir di Negeri Padi, lalu sampailah ia di Kerajaan Negeri Padi.

            Tok tok tok “Assalamu’alaikum… Putri Maryam…”

            Ceklek…

“Wa’alaikumsalam, eh Putri Aisyah, ayo masuk!” jawab Putri Maryam. Ia  mengajak Putri Aisyah masuk ke dalam kerajaannya. Dua Putri itu pun masuk ke dalam kamar Putri Maryam.

            “Putri Maryam, boleh enggak aku panggil kamu Maryam saja, biar agak gaul gitu..”

            “Boleh dong!”

            “Terima kasih ya.”

            “Sama-sama. Hari ini kamu mau main apa?” tanya Putri Maryam kepada si bulu mata lentik.

            “Kita pergi jalan-jalan di Negeri ini ya!” bujuk Putri dari Negeri Bunga itu.

            “Oke,” jawab Putri Maryam singkat.

            Dua Putri yang tadinya berada di istana kerajaan sekarang sudah berada di alun-alun Negeri padi itu. Sepanjang jalan Putri  Aisyah melihat padi-padi yang subur serta sorak sapa penduduk kepada Putri Aisyah. Saat tepat di sebuah kebun padi yang sangat subur, tanaman hijau dan bunga-bunga yang cantik,  Putri Aisyah menghentikan  langkahnya.

            “Maryam kita ke kebun bapak itu yuk!” ujar Putri Aisyah menunjuk kebun seorang bapak tua yang berbaju warna coklat kehitaman. Dua Putri itu berjalan menyusuri kebun bapak tersebut.

            “Pak, nama Bapak siapa?” tanya Putri Aisyah.

            “Pak Irman.”

            “Pak, saya boleh tanya enggak?”

            “Boleh dong!”

            “Kenapa Bapak menanam padi, tanaman hijau serta bunga-bunga yang cantik?” tanya Putri Aisyah.

            “Karena padi artinya Negeri Padi, dan tanaman hijau dan bunga-bunga artinya Negeri Bunga, dan jika disatukan akan menjadi simbol perdamaian serta keakraban dua negeri. Dan karena itulah kebun saya disebut dengan kebun persatuan dua Negeri.”

            “Ooohhh, Bapak hebat, IS THE BEST.” ucap Putri Aisyah dan Putri Maryam bersamaan.

            “Terima kasih Putri…”

            “Pak kami pamit dulu ya, sudah sore. Bapak enggak pulang?” tanya Putri Aisyah lagi.

            “Bapak insyaallah sebentar lagi,” jawab Bapak Irman.

            “Baiklah, Bapak yang semangat ya bekerjanya. Bapak juga jangan terlalu malam pulangnya!” ujar dua Putri tersebut sambil beranjak meninggalkan Bapak Irman.

            Di perjalanan menuju pulang….

            “Maryam, Negeri ini indah ya!” ujar Putri Aisyah.

            “Iya. Tapi Negeri Bunga juga indah kok,” jawab Putri Maryam.

Sesampainya di jembatan yang berada di pertengahan dua Negeri itu, Putri Aisyah pamit kepada Putri Maryam.

            “Maryam aku pamit ya. Besok kamu mau enggak aku ajak keliling-keliling Negeri Bunga!” ajak Putri Aisyah.

            “Pasti mau dong, sekalian kita gantian mengunjungi Negeri kita sendiri!” jawab Putri Maryam dengan gembira.

            Putri Aisyah menyusuri jembatan penghubung dua negeri itu dan akhirnya sampai di kerajaan.

Ceklek! Pintu kerajaan terbuka oleh tangannya Putri, dua dayang Putri langsung berlari membawakan handuk untuk Putri yang artinya Putri harus mandi. Putri pun langsung pergi ke kamar mandi.

            Selesai mandi, Putri mengenakan baju berwarna toska dengan jilbab pink, Putri menaiki tangga yang tertuju pada lantai 2, di lantai dualah kamar Putri Aisyah berada. Klikk…, tirai jendela kamar Putri Aisyah terbuka, dilihatnya matahari yang akan tenggelam dan awan-awan yang mulai menghitam warnanya.

            “Malam sebentar lagi akan tiba, selamat malam sahabatku yang selalu setia menghiburku. Tak sabar rasanya menunggu matahari terbit dan kita akan bertemu dan bermain-main kembali,” batin Putri Aisyah mengingat Putri Maryam.

            Putri Aisyah menjatuhkan badannya ke kasur yang empuk. Dan siap memejamkan matanya dan mulai bermimpi.

                                                                  #####

            Pagi harinya, matahari terbit dengan cerah, langit yang biru serta bunga-bunga yang indah dan harum, membuat Putri Aisyah yang sejak tadi menunggu sahabatnya di sebuah bangku yang panjang menjadi senang.

            “Aisyah…,” sapa seorang anak perempuan yang berlari tergesa-gesa, ternyata itu adalah Putri Maryam.

            “Maryam…,” jawab Putri Aisyah. “Ayo kita pergi!”

            Putri Maryam mengangguk.

            Dua Putri itu berjalan melewati sebuah kawasan perumahan di Negeri Bunga.

            “Aisyah, di dekat sini ada apa saja?” tanya Putri Maryam sambil tersenyum.

            “Di sini ada kebun bunga.”

            “Ayo kita ke sana!”

            Putri Aisyah mengajak sahabatnya ke sebuah kebun yang dipenuhi beraneka bunga-bunga. Tak lama mereka berdua sampai di kebun yang baunya semerbak, lalu mereka mengunjungi pemilik kebun bunga tersebut, rumah pemilknya pun berada di kebun itu juga.

            “Assalamu’alaikum!” salam dua Putri.

            “Wa’alaikumsalam,” jawab ibu muda yang keluar dari pintu rumahnya. “Eh, Putri, mari masuk!”

            “Enggak usah Bu, kami ke sini hanya minta izin melihat kebun bunga Ibu. Dan kalau boleh tahu, nama Ibu siapa?” izin Putri Aisyah sekaligus bertanya.

            “Nama Ibu adalah Winda. Dan silakan melihat kebun bunga Ibu.”

            Putri Aisyah dan Putri Maryam bejalan di tengah-tengah bunga-bunga yang indah, di kebun itu ada bunga lavender yang berwarna ungu, bunga mawar yang berwarna merah, bunga melati yang berwarna putih, bunga matahari yang warnanya kuning, dan lain-lain.

            “Ibu, tanam bunga ini sendiri?” tanya Putri Maryam.

            “Iya Putri.”

            “Ibu enggak capek?” tanya Putri Maryam lagi.

            “Alhamdulillah enggak capek.”

            “Ibu adalah orang yang tangguh!” puji kedua Putri tersebut.

            “Terima kasih Putri. Oh ya, apakah dua Putri mau bunga lavender ini?” tawar ibu Winda.

            “Oh boleh Bu, terima kasih,” ucap dua sahabat dengan agak segan menerima tawaran ibu Winda.

            Ibu Winda memberikan satu batang bunga lavender beserta potnya yang cantik, ibu Winda memberikan satu buah pot kepada masing-masing Putri.

            “Terima kasih sekali lagi Bu. Kami pamit assalamu’alaikum.”

            “Wa’alaikumsalam.”

Di perjalanan….

            “Nanti aku datang ke rumahmu ya,” kata Putri Aisyah.

            “Sip,” jawab sahabat Putri Aisyah singkat.

            “Daahhh…” Dua sahabat itu melambaikan tangannya masing-masing.

                                                               ######

            “Laaaa laaaa.”

            Nyanyian merdu keluar dari mulut Putri Aisyah, pagi-pagi ia sudah mandi dan berpakaian rapi hendak bertemu dengan sahabat terbaiknya. Putri Aisyah turun tangga dan berjalan menuju pintu luar.

            “Aisyah mau ke mana?” tanya Bunda seketika menghampiri Putri Aisyah.

            “Eh, Bunda, Aisyah mau ke rumah Maryam.”

            “Aisyah ayo sini dulu duduk, Bunda mau menceritakan sesuatu.”

            Mereka berdua duduk di kursi sofa.

            “Mau cerita apa Bun?”

            “Begini, tadi malam Bunda melihat berita di televisi, katanya ada virus yang melanda seluruh Negeri.”

            “Virus apa Bun?”

            “Namanya virus corona, virus corona itu menular, dari satu orang ke orang yang berada di dekatnya. Virus corona itu berbahaya, virus itu tidak terlihat. Bentuk virus corona keciiiill sekali, jadi kalau kita keluar rumah, kita bisa terserang virusnya!” terang Bunda.

            Mulut Putri melingkar membentuk huruf o, tanda mengerti.

            “Berarti Aisyah enggak boleh ke rumah Maryam dong,” keluh Putri Aisyah.

            “Untuk hari ini sampai virus corona selesai, kamu bertelepon saja dengan  Maryam.” Putri hanya mengengguk kecil dan beranjak ke kamar.

            “Ngomong ngomong di mana ya aku letakkan handphone?”  tanya Putri kepada dirinya sendiri. Ia mencarinya ke mana-mana, sampai akhirnya ia temukan di saku bajunya yang dikenakannnya kemarin.

Sementara di kerajaan Padi…

            “Fyuh, aku sudah capek nih nungggu Aisyah,” keluh Putri Maryam, ia menunggu Putri Aisyah di dalam rumah. “Apa aku datang aja ke rumahnya?” tanyanya kepada dirinya sendiri.

            “Tapi rumahnya terkunci. Aku coba telepon saja deh,” ia mengambil handphone-nya, tapi baterainya habis,  ia terpaksa mengecasnya, butuh satu jam untuk menunggunya sampai penuh.

            “Hmm, apa jangan-jangan Aisyah sudah enggak mau berteman lagi sama aku? kalau dia engggak mau berteman sama aku, apa salahku? Aku rasanya tak pernah menyakitinya. Dia jahat sekali, padahal aku baik sama dia,” pikir Putri Maryam.

            “Ya sudah besok aku samperin saja dia atau aku telepon,” batin Putri Maryam.

                                                            ######

            Malamnya, di kerajaan Padi…

            “Maryam, kamu besok enggak usah pergi ke mana-mana ya,” ujar ibu Maryam seraya menutupi badan Putrinya dengan selimut.

            “Kenapa?”

            “Karena ada virus corona, virus corona itu bahaya, jadi kita harus hati-hati. Virus itu menular dari satu orang ke orang yang di dekatnya dan virus itu kecil. Kita tak bisa lihat jadi kita mesti berhati-hati. Sebaiknya kita tinggal di rumah saja supaya kita tidak tertular!” jelas ibu.

            “Mungkin karena itu Aisyah gak jadi datang ke sini?” gumam Putri Maryam perlahan sambil memejamkan matanya.

                                                             ######

            “Maafkan aku ya Aisyah,” pinta Putri Maryam lewat handphone-nya.

            “Iya aku maafkan kok,  kita masih bisa berbincang-bincang lewat handphone.”

            “Iya. Semoga virus ini cepat berlalu, ya.”

            “Amiiin…,” ucap mereka bersamaan.