KURUNGBUKA.com – (05/06/2024) Yang membaca puisi menemukan susunan unik. Mata itu melihat larik-larik, yang pendek atau panjang. Pemandangan yang menimbulkan penasaran. Ada yang mampu cepat menemukan kekuatan dalam larik. Namun, ada pembaca yang melihatnya lama sekadar sebagai deretan kata.

Kebiasaan membaca puisi memberi pengetahuan tentang bait dan larik. Yang menjadi pembaca serius mengajukan patokan-patokan dalam menghayati puisi. Pembaca yang tidak mau hanya menyelesaikan membaca puisi. Ia yang ingin mengerti dan memiliki melalui tata cara yang sederhana tapi tidak sia-sia.

Sapardi Djoko Damono menerangkan: “Dalam puisi, kita bisa membaca larik yang panjang sehingga mirip karangan prosa, bisa juga pendek seperti umumnya dalam puisi yang kita kenal.” Larik saja minta diperhatikan, tidak boleh hanya dilihat meremehkan. Yang menggubah puisi mungkin membuat patokan dalam menghasilkan larik-larik.

Ia yang membertimbangkan kata dan tampak mata. Artinya, larik berpengaruh bagi yang ingin “melihat” puisi. Pembaca yang mau mengingat biasanya menandai larik-larik agar urut, tidak tertukar. Di puisi-puisi mutakhir, larik kadang menjadi pertaruhan besar dalam estetika.

Pembaca menghadapi larik, yang dijelaskan guru di sekolah dengan sederhana. Namun, pada akhirnya pembaca yang rutin menikmati puisi bakal mengetahui beragam ketakjuban, iseng, dan kesombongan dalam pembuatan larik-larik. Kenikmatan yang bermula dari larik bisa memicu tafsir-tafsir sembarang arah.

Sapardi Djoko Damono mengingatkan larik-larik menentukan pembedaan bentuk-bentuk puisi (lama atau baru). Konon, kebebasan membuat larik yang membuktikan kekhasan penggubah puisi. Larik yang unik tentu lama dilirik.

(Sapardi Djoko Damono, 2014, Bilang Begini, Maksudnya Begitu, Gramedia Pustaka Utama)

Dukung Kurungbuka.com untuk terus menayangkan karya-karya terbaik penulis di Indonesia. Khusus di kolom ini, dukunganmu sepenuhnya akan diberikan kepada penulisnya. >>> KLIK DI SINI <<<