KURUNGBUKA.com – (25/05/2024) Masa belajar di sekolah, masa yang memaksa, membosankan, dan melelahkan. Anggapan yang masih teringat oleh murid-murid yang tidak berbahagia. Mereka yang ke sekolah dengan segala campuran rasa tapi sering dikalahkan oleh kurikulum dan kekuasaan para guru.

Di kelas, murid menghadapi buku-buku pelajaran. Mereka pun harus mengerjakan tugas-tugas yang diberikan agar bisa dianggap pintar. Mereka yang melewati masa-masa sekolah mulai merasakan kecewa dan penyesalan. Yang tak mereka peroleh: kemahiran menulis. Dulu, mereka sebenarnya juga mendapat materi dalam pelajaran tapi tidak pernah memadai atau menyenangkan.

Mary Leonhardt memberi penjelasan yang bisa berkebalikan dari anggapan-anggapan buruk mengenai belajar di sekolah. Yang disampaikan: “Membaca dan menulis, tak pelak lagi, saling berkaitan.” Awalan yang penuh harapan untuk sampai ke masalah murid-murid di sekolah.

Selanjutnya: “Anak-anak yang gemar membaca akan memperoleh rasa kebahasaan tertulis, yang kemudian mengalir ke dalam tulisan mereka.” Padahal, selama mereka di sekolah ajakan membaca itu sering untuk buku-buku pelajaran, jenis bacaan yang kurang menyenangankan.

Di Indonesia, membaca buku pelajaran itu kewajiban yang menakutkan dan melelahkan. Buku yang sangat menentukan mutu kebahasaan murid-murid selama belasan tahun. Yang diamati Mary Leonhardt: “Anak-anak yang menulis cerita dan puisi serta memoar akan membaca dengan ketelitian dan wawasan yang jauh lebih besar.”

Mereka adalah murid-murid yang memiliki jalan lain, bukan hanya jinak akibat buku-buku pelajaran. Murid-murid mau “berbahagia” dengan bacaan dan tulisan, yang mencipta keajaiban-keajaiaban meski tetap harus bersekolah.

 (Mary Leonhardt, 2001, 99 Cara Menjadikan Anak Anda Bergairah Menulis, Kaifa)

Dukung Kurungbuka.com untuk terus menayangkan karya-karya terbaik penulis di Indonesia. Khusus di kolom ini, dukunganmu sepenuhnya akan diberikan kepada penulisnya. >>> KLIK DI SINI <<<