KURUNGBUKA.com – Di Indonesia, ada beberapa novel yang judulnya sama. Bagaimana sama bisa terjadi walau mereka tidak pernah janjian? Judul memang sama tapi tahun terbitnya berbeda. Kita mungkin pernah membaca novel-novel yang judulnya sama tapi belum ada keinginan meneliti alasan dan dampak judul. Novel-novel yang judulnya sama itu terkenal dan digemari para pembacanya.
Siapa pernah membaca novel berjudul Pulang? Pertanyaan harus jelas. Yang dibaca adalah novel buatan Leila S Chudori atau Tere Liye? Orang wajib mengumumkan nama pengarang. Jangan asal menyebut judul novel. Dua pengarang terkenal itu menulis novel berjudul Pulang, yang sama-sama laris. Kapan kita mengetahui novel itu dibahas bareng? Artinya, ada para pembicara yang membandingkan Pulang buatan Leila S Chudori dan Tere Liye. Namun, yang harus dimengerti para peserta diskusi: menghindari arogansi atau saling ejek. Siapa berani membandingkan laris dan keuntungan yang diperoleh dua pengarang novel berjudul Pulang?
Yang sering muncul dalam pembahasan sastra adalah Pulang yang dibuat Leila S Chudori. Yang sering diobrolkan dan berbagi pengalaman baca bersumber Pulang yang ditulis Tere Liye. Dua pengarang tenar yang memiliki penggemar biasa menyampaikan komentar-komentar di media sosial.
Padahal, beberapa tahun sebelumnya, ada novel berjudul Pulang. Apakah novel itu terkenal, berpengaruh, dan laris? Bagi yang masuk jagat sastra, mengingat novel Pulang digubah oleh Toha Mohtar. Yang pernah membacanya mungkin memegang buku edisi terbitan Pustaka Jaya. Buku yang tipis tapi mengesankan.
Novel yang berumur tua. Yang diterbitkan Pustaka Jaya bukan edisi pertema. Di majalah Sastra, No 5, Tahun III, 1963, kita mendapat iklan yang memuat keterangan penting.
Kita membaca: “Novel jang pertama dari pengarang jang sekaligus berhasil memenangkan hadiah pertama Badan Musjawarah Kebudajaan Nasional (BMKN) tahun 1960 sebagai novel terbaik.” Novel itu berjudul Pulang. Yang menulis bernama Toha Mohtar. Pada abad XXI, para pembaca novel di Indonesia mengetahui Toha Mohtar? Mereka kemungkinan kecil mengenalnya dan terduga tidak pernah membaca novelnya. Pokoknya yang moncer tetap Pulang yang digubah Leila S Chudori dan Tere Liye.
Jadi, sementara ada tiga novel berjudul Pulang. Padahal, kita bisa menemukan lagi novel yang berjudul Pulang jika cermat dan rajin mencari data. Mengapa “pulang” laris dipilih menjadi judul novel? Kita semestinya membuka kamus-kamus dulu, sebelum mencari keterangan resmi dari pengarang atau penerbit.
Pada mulanya, Pulang diterbitkan oleh Pembangunan. Pada 1963, novel itu cetak ulang yang kedua. Apakah itu bukti novel memiliki banyak pembaca? Novel itu djiual Rp 50. Pada masa lalu, harga itu termasuk tinggi? Para pembaca dan kritikus sastra masa 1960-an mengetahui keampuhan novel berjudul Pulang. Mereka pun mengetahui ketekunan Toha Mohtar dalam sastra dan gambar. Yang teringat, gambar-gambar Toha Mohtar tampil di pelbagai majalah dan buku.
Leila S Chudori dan Tere Liye pernah membaca novel Pulang yang dibuat Toha Mohtar? Bila berani tanyakan saja kepada dua pengarang yang kondang dan menanti jawaban. Novel yang ditulis Toha Mohtar terbukti yang tertua, mendahului Leila S Chudori dan Tere Liye. Novel yang lawas bernasib beda, tidak lagi memiliki ribuan pembaca.
Kita membayangkan ada mahasiswa yang mengerjakan disertasi menggunakan tiga novel yang berjudul Pulang. Segala keterangan yang dibuatnya akan membantu kita mengetahui dampak judul yang sama.
Pada saat beriklan di majalah Sastra, penerbit Pembangunan menyertakan pendapat dari ahli sastra Indonesia yang berasal dari Jerman. Iklan yang inginnya bermutu tapi gampang mendapat cibiran. Penerbit mungkin ingin orang-orang segera membaca Pulang setelah membaca pujian yang diberikan oleh orang asing. Anehnya, iklan itu tidak memuat pendapat dari pembaca atau kritikus sastra asal Indonesia.
Apakah masih ada novel-novel berjudul sama yang ditulis pengarang-pengarang berbeda? Sementara kita menemukan Pulang adalah judul novel yang ditulis tiga pengarang. Yang tergoda untuk membaca Pulang dari Toha Mohtar masih mungkin menemukannya di perpustakaan umum yang koleksi bukunya jarang berganti. Orang juga bisa mencarinya di pasar buku bekas atau pedagang buku yang berjualan di media sosial. Yang mau membaca novel gubahan Toha Mohtar berarti menghormati “leluhur” sastra.
*) Image by dokumentasi pribadi Bandung Mawardi (Kabut)
Dukung Kurungbuka.com untuk terus menayangkan karya-karya penulis terbaik dari Indonesia. Khusus di kolom ini, dukunganmu sepenuhnya akan diberikan kepada penulisnya. >>> KLIK DI SINI <<<







