KURUNGBUKA.com – Puisi-puisi awal Indonesia memuat laut. Konon, Nusantara memilili lautan yang indah dan kaya. Laut yang membuat Indonesia kedatangan orang-orang asing dari segala arah. Mereka datang dengan kapal. Maka, peristiwa berabad-abad yang silam mencipta cerita-cerita yang beredar secara lisan atau tulisan.
Yang sering ingat masa lalu mengetahui bahwa nenek moyang kita itu pelaut. Namun, yang harus turut diingat: nenek moyang kita adalah pengisah laut. Ada yang berupa dongeng, tembang, puisi, dan lain-lain. Laut menjadi sumber imajinasi dan pengetahuan. Siapa yang mengawali pengisahan laut dalam bentuk tulisan di Nusantara? Kita belum tahu jawabannya.
Jika ada pertanyaan berbeda: Siapa menulis puisi dalam bahasa Melayu yang bertema laut? Kita membuka surat kabar lama atau melacak buku-buku lama. Pekerjaan yang berat hanya untuk menemukan nama orang dan sebiji puisi, yang membuktikan awalan penggarapan tema laut dalam puisi berbahasa Melayu. Konon, para pengarang masa 1920-an dan 1930-an sudah gemar menulis laut. Yang kita inginkan adalah menemukan teks di pertengahan atau akhir abad XIX.
Kita menyimak sastra berbahasa Indonesia gampang mengetahui beberapa puisi bertema laut digubah Sutan Takdir Alisjahaba, Abdul Hadi WM, Zawawi Imron, dan lain-lain. Mereka tidak khusus menulis laut tapi jumlah puisinya cukup mengesahkan mereka sebagai kubu yang berlaut.
Di majalah Hai, 26 Agustus 1986, kita membaca 5 puisi bertema laut dimuat sehalaman. Redaktur membuat kebijakan yang mengistimewakan edisi laut. Para remaja yang membacanya diingatkan bahwa Indonesia itu negara kepulauan, yang berarti memiliki beberapa laut. Yang teringat dalam pelajaran adalah masalah letak. Indonesia berdad di antara dua samudera. Pertanyaan yang lain mengenai laut dan selat.
Kita membaca Sajak Karang yang digubah Ahmadun Y Herfanda. Nama yang cukup berpengaruh dalam sastra Indonesia. Pada masa 1990-an dan 2000-an, para pembaca mengingatnya melalui buku yang berjudul Sembahyang Rumputan. Buku yang diterbitkan Bentang, yang penampilannya apik atau anggun. Di majalah Hai, ia tidak menulis Sembahyang Lautan tapi Sajak Karang. Apakah ia memiliki kultur lautan dalam biografinya?
Yang ditulis: rahasia di dasar laut/ menyembunyikan siapa/ ikan-ikan/ atau mata-mata Tuhan?// bagai perahu, nasib kita/ berkejaran dengan ombak/ dari balik batu karang/ Tuhan mempermainkannya. Dua bait yang mengandung misteri. Pembaca berimajinasi laut, tanpa basah dan terkena angin yang kencang. Puisi yang tidak sulit dipahami. Yang mengesankan adalah sebutan “mata-mata Tuhan”.
Namun, laut di Indonesia biasanya mudah menimbulkan gejolak bila berkaitan asmara. Yang kita ingat ada beberapa lagu dan novel mengenai laut, samudra, atau selat yang menentukan kisah asmara. Lagu yang dibawakan Poppy Mercury membawa kita ke imajinasi asmara yang menyedihkan: Selat yang memisahkan kita/ sunyi tanpa bintang kejora/ Kuselipkan dengan ketulusan cinta suci. Ada lagi lagu yang menyentuh perasaan: Cintaku padanya bagai batu karang di sana/ Tak pernah goyah walau diterjang badai bencana/ Cintaku padanya bagai dunia milik berdua. Yang pasti kesan puisi dan lirik lagu tentang asmara picisan sangat berbeda.
Di puisi, Ahmadun Yosi Herfanda tidak tergoda asmara. Ia memilih memunculkan misteri alam, peran manusia, dan kuasa Tuhan. Jadi, puisi yang tidak harus dikutip oleh orang-orang yang kasmaran. Yang ditulis: rahasia di balik kehidupan/ menyembunyikan apa/ arah angin/ atau pelabuhan-pelabuhan?// bagi nelaya, kita dayung perahu/ memburu ikan-ikan/ menyerahkan nasib pada gelombang/ sedang pelabuhan-pelabuhan/ tersembunyi di balik batu karang. Puisi yang semestinya dipelajari murid-murid jika mengikuti piknik yang diadakan sekolahan dengan tujuan pantai atau berlayar di lautan.
Kita mengandaikan ada editor yang mau bekerja serius mengumpulkan ribuan puisi bertema laut, sejak akhir abad XIX sampai sekarang. Ia memilih seratus atau seribu, yang diterbitkan menjadi buku etbal atau berjilid-jilid untuk dipelajari murid, guru, mahasiswa, dan dosen agar senantiasa memuliakan Indonesia. Apakah keinginan ini disampaikan kepada Fadli Zon atau Denny JA? Mereka adalah orang-orang penting yang banyak pekerjaan. Jadi, kita tidak usah berharap bakal terbit buku penting mengenai laut.
Bila ingin lebih seru, beberapa kementerian dan universitas sebaiknya mengadakan sayembara penulisan puisi yang bertema laut. Hadiahnya jangan hanya piagam. Hadiah berupa uang dan keliling Nusantara dengan kapal bisa mendapat banyak perhatian. Yang dikhawatirkan adalah ribuan puisi yang masuk menjemukan dan pengulangan yang baku mengenai segala hal tentang laut. Yang ingin unik bisa belajar dari puisi-puisi yang digubah Afrizal Malna berkaitan laut atau menggunakan diksi-diksi laut.
*) Image by dokumentasi pribadi Bandung Mawardi (Kabut)
Dukung Kurungbuka.com untuk terus menayangkan karya-karya penulis terbaik dari Indonesia. Khusus di kolom ini, dukunganmu sepenuhnya akan diberikan kepada penulisnya. >>> KLIK DI SINI <<<