“Mereka menyatakan bahwa imajinasi adalah penyebab semua tragedi yang menimpa umat manusia: pertumpahan darah, aksi mogok massal, semua instrument penyiksaan, inovasi-inovasi yang tidak ada fungsinya, film porno, LGBT, penyakit mental, dan kegagalan rumah tangga. Tiap gagasan suram yang pernah melintas di benak manusia adalah hasil khayalan yang tidak perlu.”

(Bothayna Al-Essa, The Book Censor’s Library, Baca, 2025)

KURUNGBUKA.com – Di suatu negeri, imajinasi adalah musuh (terbesar) bagi penguasa yang menginginkan rakyatnya hidup dalam kepatuhan dan ketertiban. Imajinasi yang dirayakan oleh individu atau kelompok dicurigai bakal menciptakan onar. Maka, lembaga-lembaga resmi mengendalikan rakyat dengan beragam cara agar tidak mengikuti hasrat atas imajinasi-imajinasi yang melenakannya. Yang pasti, pemerintah tidak mau terjadi kehancuran yang bersumber imajinasi. Maksudnya, kehancuran yang membuat kewibawaan penguasa jatuh atau pemerintah sibuk dalam pengelolaan hukuman.

Yang kita baca adalah novel yang penuh ironi. Pembaca membantah bila imajinasi adalah sumber melapetaka. Namun, masalah imajinasi itu dihadirkan dalam novel yang menampilkan tatanan negeri menerapkan banyak peraturan. Negeri yang tidak demokratis. Negeri yang tidak lazim. Pengarang seolah mengungkapkan bahwa masih ada beberapa negeri yang mengharamkan demokrasi, berdampak pelarangan imajinasi dan banyak hal.

Pemerintah adalah pemegang “kebenaran”. Pembaca bisa menganggap takdir rakyat di tangan pemerintah. Namun, mata pemerintah ditutup dari kebaikan, kebahagiaan, kebenaran, keadilan, dan kesejahteraan. Pemerintah ingin menentukan segalanya, dari yang tampak mata sampai yang tidak terlihat. Rakyat diharuskan patuh. Setiap pelanggaran mendapat hukuman.

Situasi hidup yang akhirnya mencipta doktrin: “imajinasi adalah penyebab senua tragedi yang menimpa umat manusia.” Di mata pemerintah, imajinasi harus dibelenggu, dikontrol, atau dimusnahkan. Padahal, imajinasi itu tidak tampak. Yang dilakukan pemerintah adalah mengawasi dan mengevalusasi segalanya. Benda, tokoh, atau peristiwa yang memungkinkan memicu imajinasi dicap sebagai momok atau musuh.

Akibat-akibat dari perayaan imajinasi sangat mengerikan. Bothayna menulis beberapa akibat, yang membuat kita terperangah. Apakah imajinasi memang sangat berdaya besar sehingga mengakibatkan hal-hal fatal? Pembaca diminta memahami bahwa pemerintah memang berlebihan dalam “ketakutan” atau “kewaspadaan” menghadapi imajinasi. Daftar akibat yang dicantumkan pengarang seperti sindiran terhadap masalah-masalah besar yang menimpa negara-negara berkembang abad XXI.

Daftar akibat imajinasi itu membuktikan penentangan terhadap demokrasi. Pembaca sebenarnya sedang “menyaksikan” lakon buruk di suatu negeri. Tokoh-tokoh yang diceritakan pengarang menemukan pikat dari bacaan-bacaan. Anak kecil yang suka cerita dan merayakan imajinasi menimbulkan masalah di keluarga, berlanjut ke pemerintah. Orang-orang dewasa yang keranjingan membaca novel dicurigai akan menimbulkan keburukan-keburukan yang merugikan pemerintah. Berlimpahnya imajinasi yang diperoleh dari buku-buku membuat pemerintah angkuh, marah, dan semena-mena.

Pemerintah yang takut dengan imajinasi pasti sudah berhitung risiko. Pemerintah ingin tegak dan langgeng, yang membuatnya bertindak semena-mena dan menerapkan peraturan yang menutup kemungkinkan perlawanan dan memberangus hak-hak rakyatnya. Imajinasi pantas dimusuhi! Namun, pembaca menyadari bahwa pemerintah itu absurd. Yang memusuhi imajinasi justru bukan pihak yang paling kuat. Pemerintah mengutuk imajinasi berarti menunjukkan kelemahan.

Di hadapan novel, kita sebenarnya diajak sadar bahwa dunia abad XXI masih memiliki bab buruk mengenai imajinasi dan demokrasi. Usaha menyensor, mengendalikan, atau memusnahkan imajinasi adalah absurd tapi pemerintah ingin selalu menang dan langgeng. Kita yang membaca novel sebagai pantulan dari kenyataan-kenyataan di pelbagai negara ingin marah sekaligus tertawa saat mengetahui imajinasi adalah penyebab tragedi. Padahal, yang tragedi adalah pemerintah. Kita membaca novel yang memasalahkan imajinasi berbarengan memberi imajinasi-imajinasi untuk berkontradiksi.

*) Image by dokumentasi pribadi Bandung Mawardi (Kabut)

Dukung Kurungbuka.com untuk terus menayangkan karya-karya penulis terbaik dari Indonesia. Khusus di kolom ini, dukunganmu sepenuhnya akan diberikan kepada penulisnya. >>> KLIK DI SINI <<<