“Ketika berada di Pakistan, toko bukunya dirampok, sebagaimana juga perpustakaan umum. Buku-buku yang berharga berpindah tangan kepada para kolektor, dijual dengan harga yang sangat murah – atau ditukar dengan tank, peluru, dan granat.”
(Asne Seierstad, Saudagar Buku dari Kabul, 2005)
KURUNGBUKA.com – Di kota atau negara gawat, yang orang-orang menyelamatkan diri atau ingin hidup. Mereka biasa meninggalkan rumah, toko, atau kantornya. Semua demi nyawa. Yang ditinggalkan menjadi sasaran perampok. Kejadian yang mengejutkan: toko buku adalah alamat perampokan. Buku-buku masih bisa menghasilkan uang jika dijual murah. Perampok yang bermata-uang, tidak pasti bermata-tulisan.
Situasi mudah merugikan. Senjata-senjata siap menghabisi dan mengakhiri, yang sasarannya tidak selalu manusia. Bangunan dan benda-benda ikut dijadikan titik-titik serangan. Senjata-senjata yang berat dan bising. Yang memegang senjata ingin menang. Yang berada di pihak merasa menang berhak melakukan beragam aksi. Pihak-pihak yang kalah dan meragukan pun berusaha tetap mendapat apa saja dengan segala cara. Perampokan dan penjualan buku berlaku.
Buku-buku dirampok atau dijarah kadang masuk koleksi langka. Orang yang mengerti: melihat buku dan membayangkan jumlah uang. Ia memiliki kemauan-kemauan atas hasilnya. Harga yang ditentukan biasa “terpaksa” di bawah harga pasar. Yang penting laku. Yang penting mendapat uang.
Keterangan disampaikan Asne Seierstad: “pertukaran” buku dengan benda-benda yang digunakan untuk membunuh, menyakiti, atau menghancurkan. Buku sebagai wujud kerja keaksaraan “diartikan” dalam peristiwa yang tak jelas benar dan salahnya. Yang terjadi di Kabul adalah peringatan bagi kita tentang perang dan buku. Pada akhirnya, buku bisa menjadi benda yang tidak mudah dinyatakan dalam perbuatan beradab atau biadab.
Dukung Kurungbuka.com untuk terus menayangkan karya-karya terbaik penulis di Indonesia. Khusus di kolom ini, dukunganmu sepenuhnya akan diberikan kepada penulisnya. >>> KLIK DI SINI <<<







