KURUNGBUKA.com – Modal Nekad karya Imam Darto menghadirkan kisah tentang tiga bersaudara, Saipul (Gading Marten), Jamal (Tarra Budiman), dan Marwan (Fatih Unru), yang harus akur kembali untuk melunasi tagihan rumah sakit ayah mereka yang baru saja meninggal. Terdesak keadaan dan tanpa banyak pilihan, mereka nekat mencuri sebuah televisi dari rumah yang mereka kira kosong. Namun rencana sederhana itu berubah menjadi kekacauan besar ketika pemilik rumah, Teddy Salsa (Bucek Depp) seorang gembong mafia, tiba-tiba pulang, membuat ketiganya terjebak dalam peristiwa penuh ketegangan.
Cerita dibuka dengan adegan kejar-kejaran yang bertujuan memperkenalkan karakter dan dinamika hubungan antar saudara. Sayangnya, momen pembuka ini terasa terburu-buru dan tidak memberi ruang kepada penonton untuk benar-benar peduli pada karakter. Rasa empati yang seharusnya tumbuh justru terhambat oleh sentuhan komedi slapstick yang terlalu berlebihan dan sering kali tidak berhasil memancing tawa. Terlihat jelas gaya humor khas Imam Darto yang menjejali hampir semua karakter, membuat mereka terasa komikal, datar, dan kurang digali dari sisi emosional. Semua konflik karakter hanya tampak di permukaan, tanpa ada lapisan kedalaman yang membekas.
Akting para pemeran utama pun terasa timpang. Fatih Unru sebagai Marwan tampil paling hidup dan berhasil memberikan nuansa jujur dalam karakternya. Sementara itu Gading Marten dan Tarra Budiman tampil kurang mengesankan, bahkan chemistry ketiganya sebagai saudara kandung tidak terasa kuat. Tarra Budiman yang seharusnya menjadi penggerak cerita justru terjebak dalam gaya bercanda Darto yang terlalu kentara, membuat karakternya sulit berkembang. Gading Marten tampak sekadar hadir tanpa memberi bobot emosional yang kuat, hanya menjadi semacam “wajah familiar” tanpa pendalaman berarti.
Sayangnya, karakter perempuan dalam film ini juga tidak mendapatkan ruang yang memadai. Prisia Nasution sebagai Eka, yang sebenarnya potensial untuk menjadi karakter penting dalam perjalanan emosional mereka, hanya mendapat porsi kecil dan fungsional. Ia hadir sekilas tanpa benar-benar diberi latar belakang atau emosi yang cukup kuat. Sosok ibu ketiga saudara ini pun hanya dijadikan pemantik cerita tanpa menggali lebih dalam sisi relasi mereka dengan sang ibu. Akibatnya, film terasa sangat maskulin dan kehilangan kehangatan keluarga yang seharusnya menjadi inti emosional cerita.
Deretan cameo aktor-aktor besar seperti Tora Sudiro, Omesh, Iqbaal Ramadan, bahkan Giselle yang ada di poster film hanya muncul dalam satu atau dua adegan singkat. Keberadaan mereka terasa sekadar sebagai “hiasan” nama besar tanpa kontribusi berarti terhadap alur atau ketegangan cerita. Berbeda dengan Mike Muliadro, Bucek Depp, dan Fatih Unru yang justru tampil lebih prima dan memberi warna kuat pada film ini. Namun ketimpangan kualitas akting ini membuat film terasa tidak seimbang. Aktor-aktor pendukung lain yang tampil ala kadarnya justru melemahkan cerita karena keberadaan mereka terasa tidak esensial.
Adrenalin dan ketegangan baru terasa menjelang pertengahan hingga akhir film. Pertaruhan para karakter utama mulai terbangun dengan lebih baik, dan beberapa planting yang dipersiapkan dari awal—seperti koper yang tersisa—berhasil dieksekusi secara masuk akal. Twist tentang kematian ibu mereka pun lumayan efektif, meski sayangnya tidak dibangun dengan cukup kuat dari awal sehingga terasa kurang mengguncang secara emosional. Beberapa dialog sindiran tentang pemerintah yang dilemparkan dalam film ini juga akhirnya terasa tidak penting karena karakter-karakternya bereaksi dengan gaya yang seragam dan datar.
Secara keseluruhan, Modal Nekad adalah film dengan semangat tinggi dan ide menarik, namun gagal mengeksekusi potensinya dengan baik. Imam Darto sebagai penulis dan sutradara tampak belum bisa melepaskan gaya bercandanya dari hampir seluruh aspek film ini, sehingga tone emosional yang seharusnya kuat justru hilang ditelan komedi berlebihan.
Fatih Unru berhasil menjadi satu-satunya yang tampil menonjol dan menyelamatkan sebagian emosi cerita, namun tidak cukup untuk menutupi banyaknya kekosongan di area lain. Planting dan twist yang lumayan rapi patut diapresiasi, namun secara keseluruhan film ini terasa sebagai produk yang lebih mengutamakan gimmick humor dibandingkan penggalian karakter dan emosi yang lebih dalam.
7/10.
Image by IMDb.com