KURUNGBUKA.com – Di mata anak, perayaan-perayaan besar saat malam hari seharusnya disempurnakan kembang api. Dunia tambah memikat dengan kembang api, yang memberi terang sebentar tapi terus terkenang. Maka, anak suka bermain kembang api meski selalu mendapat pesan-pesan agar hati-hati dan memilih tempat yang tidak berbahaya.

Yang menamakan kembang api memastikan keindahan sekaligus bahaya. Di hitungan detik atau menit, yang terlihat itu berbentuk kembang. Yang menggairahkan adalah api, yang menunjukkan diri untuk segera menghilang. Di novel berjudul The Firework-Maker’s Daughter (2007) gubahan Philip Pullman, kita mendapat penokohan anak dan kembang api.

Philip Pullman bercerita: “Anak itu menyusahkan, selalu menangis dan tidak mau makan. Tapi, Lalchand membuat buaian untuknya di pojok bengkel sehingga Lila bisa melihat percikan api menari-nari serta mendengarkan desisan dan letupan bubuk mesiu. Bocah yang menangis dihibur suasana dan pemandangan dalam pembuatan kembang api. Lila yang tanpa pengasuhan ibu.

Kita membayangkan bocah itu membentuk biografinya setiap hari bareng kembang api. Jika ia menangis mengimbuhi keseruan suara dalam bengkel. Yang membaca sedikit terharu tapi merasakan hidup Lila penuh gairah api. Bocah yang mengharuskan berani dan tabah.

“Lila merangkak ke sana kemari mengelilingi bengkel sambil tertawa-tawa saat api menyala dan percikannya menari-menari,” tulis Philip Pullman.  Anak yang memilih senang ketimbang takut dan terlalu melindungi diri. Yang terjadi, jemari Lila biasa terbakar oleh percik api. Luka bakar yang dapat disembuhkan. Ia pun kembali bermain dengan kembang api.

*) Image by buku1d8

Dukung Kurungbuka.com untuk terus menayangkan karya-karya penulis terbaik dari Indonesia. Khusus di kolom ini, dukunganmu sepenuhnya akan diberikan kepada penulisnya. >>> KLIK DI SINI <<<