KURUNGBUKA.com – Bocah ditakdirkan cerita? Namun, takdir itu kadang tidak diterima bocah-bocah yang “istimewa”. Ceria bisa dimengerti bocah belum perlu bekerja, berpikir serius, atau ikut bertanggung jawab atas penghancuran alam. Ceria seharusnya hak. Kita menjadikannya resmi: Tuhan menghendaki bocah itu bahagia. Konon, Tuhan menunda kiamat atau memberi maklum atas dunia jika masih ada bocah-bocah yang tersenyum dan tertawa.
Yang dialami bocah-bocah sering menderita dan sedih mengakibatkan menipisnya bahagia. Mereka sangat menginginkan bahagia meski secuil dan terlambat. Kita sedang mengikuti nasib Anne. Bocah diceritakan Lucy M Montgomery dalam Anne of Green Gables (2014), yang berhasil ceria, diperoleh setelah duka.
Kejadian pagi hari di rumah yang ia sempat berharap betah tinggal bersama dua orang yang menua. Raga bocah itu mendapat panggilan bahagia: “Anne menjatuhkan diri hingga berlutut dan memandang ke luar, ke arah sebuah pagi merekah di bulan Juni. Matanya berkilau dengan penuh kebahagiaan. Pagi itu miliknya. Pagi yang terang berhak dimiliki ketimbang malam yang kelam.
Dirinya yang bahagia, yang mendapatkan pagi sebagai berkat Tuhan. Pagi semestinya sempurna. Deretan pengharapan ingin terwujud: “Oh, bukankah ini adalah hari yang indah?” Waktu yang dialami melampaui nama. Anne dalam bahagia yang mungkin mekar: “Bukankah ini adalah tempat yang sangat elok?” Raganya merasa selaras dengan kamar yang berjendela. Kamar yang ia baru beberapa jam menghuninya. Pagi itu takdir tak terbantahkan.
Dukung Kurungbuka.com untuk terus menayangkan karya-karya penulis terbaik dari Indonesia. Khusus di kolom ini, dukunganmu sepenuhnya akan diberikan kepada penulisnya. >>> KLIK DI SINI <<<







