Eksekusi

: untuk gaza

antara tulang-tulang merdeka
debu-debu yang mengubur muka,
berita dengan kata-katanya yang bengkok;
asal mula senjata kita

doa untuk seluruh pintu terbuka
untuk seluruh darah yang tumpah
pada tembok resah, adalah kebangkitan
serigala sejati

jika kau mau ambilah senjata itu
kalau mampu, kubur aku dalam-dalam
di laut paling gaza.
semua ada dalam genggamanku
termasuk langkah kakimu
serdadu keparat itu!

Cianjur, 2024

***

Mencari Ibu

Fyodor: Pohon Natal Surgawi

Di malam natal yang mencekam
Moskow menggigil saat salju
Melemparkannya ke dingin
Moskow adalah seorang anak
Yang hendak mencari ibunya.
Ia temui jendela-jendela sinar
tapi semua mengusirnya
ia berjalan gontai, sepanjang trotoar
Dengan jaketnya yang basah & kotor
Dengan lapar yang melilit tubuhnya
Bu, ibu dimana? Lirihnya. Lalu dilihatnya
Seorang tua di atas tumpukan kayu
Di seberang jalan buntu
Itulah ibunya, ia kenali & lekas memeluknya
Keduanya berpelukan sangat lama
Tak terasa salju mengubur keduanya
Dan tak seorang pun menemukannya
Dari sanalah asal mula cemara perdamaian tumbuh
Dan kelak orang-orang akan menghiasinya
Dengan lampu-lampu dan boneka

Cianjur, 2024

***

Mencari Dunia

Dunia
Aku mencarimu ke mana-mana:
Ke istana
Ke jalur bersenjata
Ke barisan serigala
Ke saku celana saudara
Ke mata kaki lima
Ke bank bermata buta
Ke brangkas negara
Ke pasar-pasar
Ke kota-kota
Ke kaki desa
Ke tangan para politisi
Pokoknya aku sudah mencarimu
Kemana-mana,

Sampai hari ini dunia
tak kunjung kutemukan
Yang kutemukan hanya segenggam recehmu
Barangkali itu cukup untuk membeli laparku.

Cianjur, 2024

***

Aku Hanya Melukis

: yos

selagi kau menyuapi anjing-anjingmu
aku melukismu dengan hati mendidih
airmata yang meluap-luap
kubingkai dengan berjuta-juta makna.

kini saat matamu melihatnya
marah & takut mendorongmu
ke ujung kuas yang aku kendalikan
warna-warna hanya milikku
menghantui matamu

Cianjur, 2024

***

IHTIAR

saat kita bangun rumah
banyak pintu yang terbuka
aku memasukinya satu-satu
mencari kebun bungaku, tapi
yang kutemukan hanya sekuntum
kuserahkan padamu: kasihku
apa kau bungah karena itu?

Cianjur, 2024

***

Mudik ke Mata Ibu

sebelum mudik ke mata ibu kumasukan;
matahari, bulan, bintang-bintang, hujan,
kata-kata, & luka-lukaku ke dalam ranselku.
itulah bekal perjalanan mudikku ke matamu,
adalah perjalanan paling jauh
yang harus kutempuh.

Cianjur, 2024

***

Kesaksian Boerhannudin Tentang Gerbong Kematian

Sebuah hutan menyerahkan para pahlawan
Ke pintu Stasiun Bondowoso
Dalam kendali masinis Belanda
Maut tanpa kompromi membiarkan
Haus dan lapar mencekik kawan-kawanku
Sepanjang rel waktu
(19 jam dalam gerbong sekarat itu)

Lalu satu-dua di antara muka yang membeku
Kami merayap serupa kecoa
Berusaha melihat segala sela
Meraba mata jendela
Yang melelehkan embun di luar
Dan kami meletakkan lidah pada kaca dalam

Satu dari kami menggelundungkan tubuhnya
Berkali-kali, menjilati keringatnya sendiri
Sementara yang lain minum kencingnya sendiri.
Satu perjuang berdiri gegas di sisa tenaga
Mengisi gelas-gelas kerongkongan yang panas

Kami bertahan dalam rahasia
Bukalah pintu itu! “minum saja peluru”
Kata masinis Belanda itu.
Tidak! Kami akan meminum darahmu

Percakapan singkat itu berhenti
Bersamaan dengan derit terakhir kereta api.
Lalu nama-nama orang mati dilemparkannya,
Ditumpukannya dalam kealfaan dalam kesaksian
Yang kini mengalir di pipa anak-cucu kita

Cianjur, 2024

***

Danau

1/
sebuah danau
menyimpan rahasia
di hatinya yang dalam
hadir ikan-ikan liar yang
entah tau dari mana berangkatnya
kelak mereka menggerakan takdirmu
dengan bahasa kemurnian.

2/
sebuah danau kuselami
kulihat langit memucatkan matahari
karena satu hentakan angin
menarik awan hitam
menutupnya kemudian.

3/        
sebuah danau kenanganmu,
tempat burung layang-layang
mencuci paruhnya
mengganti mukanya
sehabis melempar batu

Cianjur, 2024

*) Image by istockphoto.com