Oikumene, 2016

Lagi-lagi, dalam kepalamu 
balon ingatan meletup 
tentang sebuah kota, 
yang mengunci tuhan 
pada sepiring pagi 

“Berangkat kita ke gereja papa, walau orang tak kenal 
sekalipun dapat membenci kita”

Setiap hari minggu
tak lagi diwarnai mimpi
persis kenangan
masa kecilmu dibonceng 
dalam dada dan dendam 
menelan setengah 
puntung rokoknya

memang, sesekali ia

suka menengok ke luar jendela
tapi bagi mereka bukanlah 
perihal penting, cuma sepeda 
dengan kayuh patah
pohon mangga setinggi 
resah, tempat kau panjat 
nasibmu yang melarikan 
diri dari jam tidur siang

“Kapan terakhir ke gereja papa, walau orang tak kenal 
sekalipun dapat membenci kita”

Tuhankah itu, dalam hati mereka
yang kosong persis rumah sunyi 
pernah menyimpan kebimbangan
seorang ibu antara lebih perih
melahirkan atau percaya kembali
akan ditinggalkan
sedang kau, belajar melukis
tentang api yang berpura-pura
mencintai pundak pohon
yang kau ambil dengan 
matamu sendiri

untuk mengatakan pada mereka,
“seperti tubuhku, dulu”,

“Mengapa ke gereja papa, orang tak kenal 
sekalipun dapat membenci kita”

“ia tak pernah bertanya, mengapa aku lebih
suka mencatat batas tinggi badanmu 
pada dinding yang kembali retak 
usai sekeras kau membanting
pintu usia”, jawabnya 
sehalus menyapu
sisa-sisa pasir 
di pantatmu

kau tahu hatinya menjelma 
puing-puing, pecahan 
dari sepiring kota 
yang mengunci

tuhan

2025

***

Menetaplah di Lanting

maka menetaplah, nak 
jangan kembali kau
________mencangkung
________pohon sejarah tumbang itu 
matahari telah pasang naik,
kabut jantan terus-menerus 
________mengerudungi dendam 
________di Ketintingmu dan
Bangao-Bangao
mulai meniriskan
________tubuh

sekalipun tiba masa lalu hanyut
________di sungai itu, bukalah jendela
________rumah ini nak, dan kau menyadari
jejak cinta nyata adanya seperti
sebuah batu dan pipih pahat
________menemui punggung Yupa

anak Batang sebagaimana
pun kau menengok gumpalan
________uap kapal dari Hulu adalah
________langit orang kalimantan serupa
ribuan lebah meniti sarang 
di daun-daun pintu, seakan-akan 
________manisnya madu dapat membuat
________hambarnya derita masa silam 
moyangmu sejenak,
“Tapi bukanlah aku yang setia menanti
separuh subuh untuk menyisipkan selembar
sisa luka di bawah celah pintu”

seorang berkata,

tatkala tuah Mahakam itu diminum
berpindahlah buih gelombang ke mulutmu
________gelombang yang kian mengguncang ranjang
________kita siang-malam; sampan sungsang, 
dayung patah, bangkai pesut, 
perkawinan itu menyetarakan
________musim-musim, kutukan,
________dan perjalanan

sekalipun tiba usiamu 

terbaca di sungai itu,
tutuplah kembali jendelanya nak,
________sebab aku takut separuh waktu dalam 
________masa kecilmu kembali pergi; 
menjinakkan matahari, main cas 
ke Melintang, Semayang, Jempang
________yang sebentar melenggang
________ke jari-jari ibukota, mendengar
dongeng Mangkona dikutuk
jadi lanun dalam puisi rumpang,
________yang merimba ke mulutmu 
________yang, terserak, ke betisku, 

nak, tengoklah
di telapak ini, pintu surga tertutup
dengan selegi nama-nama 
anak batang yang hanyut

maka menetaplah, nak
jangan kembali kau
________mencangkung 
________pohon sejarah tumbang itu
matahari kian tenggelam ke liang jam
kau Ketinting, 
________kerap mendayung sunyi 
________ke sungai yang demam 
sedang aku Bangao,
yang meniriskan tubuh kata-kata
________ke lembah bahasa 

________di punggungmu

2023/2025

*) Sepasang – Image by Titan Sadewo