Judul Buku    : Cikuya, 15730
Penulis            : Sungging Raga
Penerbit          : BASABASI
Cetakan : Pertama, Maret 2020
Tebal               : 156 halaman; 14 x 20 cm
ISBN               : 978-623-7290-69-8
Peresensi         : Khairul Anam, Mahasiswa IAIN Surakarta

Kebahagiaan merupakan hal yang paling pokok bagi kehidupan di dunia ini. Jika diibaratkan jalan, kebahagiaan adalah ujung dari jalan yang ditempuh oleh orang-orang. Bukan hanya manusia, hewan dan tumbuhan pun juga menginginkan kebahagiaan. Maka tak jarang, banyak orang menempuh pelbagai cara untuk menggapai kebahagiaan itu.

Namun bila ditelisik menurut kadarnya, kebahagiaan setiap insan berbeda-beda. Sebab kebahagiaan juga merunut pada kepuasan batiniyah seseorang. Padahal, kepuasan-kepuasan pada diri manusia memang tak terbatas. Apa yang dicari bukannya memberikan kepuasan, malah menambah keinginan-keinginan baru yang muncul di hati?

Keinginan-keinginan dan ketidakpuasan itu justru semakin menjauhkan diri manusia dari rasa kebahagiaan. Andai kata, manusia sedikit saja merenung, sebenarnya kebahagiaan itu teramat dekat dan tidak perlu mencarinya susah payah. Mengapa demikian? Tersebab kebahagiaan itu diciptakan bukannya dicari.

Sadarkah kita? Ketika mencari sebuah kebahagiaan bukannya mendapatkan kebahagiaan itu, malah justru menjauhkannya karena kurangnya kita bersyukur pada Yang Maha Kuasa atas pemberian-Nya?

Di dalam novel ini, novel yang menjadi naskah unggulan Sayembara Novel 2019 Basabasi ini, penulis mengajak kita untuk memahami arti kebahagiaan.

Sungging Raga menulis novel yang unik. Ia menyajikan sebuah cerita dengan menciptakan tokoh utama orang yang kurang akal.

Sungging mengajak kita memahami kebahagiaan melalui tokoh utamanya yang kurang akal itu. Bisa kebayang, kan, orang kurang akal itu seperti apa? Ya, seperti yang kita anggap sebagai parasit dan pengganggu karena ulahnya sering meresahkan dan membuat hati getir. Namun semua itu Sungging buat berbeda.

Orang yang kurang akal, yang biasanya meresahkan, ia buat menjadi orang yang begitu memberi manfaat dan membuat sejarah baru untuk lingkungan di sekitarnya. Sungging mencoba mengajak kita memahami ritus kebahagiaan orang-orang kurang akal dari novel ini. Bagaimana orang-orang kurang akal (yang maaf-maaf, untuk mengerti dia hidup saja dia tidak mengerti) menggapai kebahagiaan mereka sendiri.

Dikisahkan, Mulbul, tokoh utama yang kurang akal, hidup dengan kedua kakak dan ibunya. Karena keterbatasan dirinya, ibunya memperlakukannya istimewa. Sehingga membuat kedua kakaknya, Hamsek dan Hamsun iri. Hamsek dan Hamsun diperintahkan ibunya untuk bekerja agar mereka bisa bertahan hidup. Sedangkan Mulbul, diminta untuk di rumah saja.

Namun kehidupan Mulbul berubah, ketika di suatu kesempatan, ketika mereka berempat berjualan di kereta. Peristiwa naas yang merenggut nyawa ibunya mengubah semua kehidupan Mulbul.

Kepergian ibunya membuat Mulbul hanya hidup dengan kedua kakaknya yang telah memendam rasa iri. Kedua kakaknya memperlakukan Mulbul dengan bengisnya. Mereka menyiksa adiknya dengan alasan apa pun yang kadang dibuat-buat agar mereka bisa memarahi adiknya. Mereka menganggap adiknya tidak berguna sama sekali.

Akan tetapi seiring berjalannya waktu, Mulbul yang mau keluar rumah, bahkan sampai keluar desanya, karena ingin memulung, perlahan memiliki peran dan bisa bermanfaat untuk semua orang.

Bermula ketika kedua kakaknya yang menang judi layangan yang menjadi ciri khas di desanya itu, ingin mengadakan pesta kemenangan. Kedua kakaknya memerintahkan Mulbul yang kurang akal untuk membeli daging ayam. Namanya kurang akal, bukannya membelikan daging ayam, Mulbul malah membelanjakan uang dari kakaknya untuk membeli layangan. Kakaknya marah-marah dan lagi-lagi tanpa ampun menyiksa Mulbul.

Namun esoknya, kedua kakaknya malah menang judi dengan hadiah yang berlipat ganda gara-gara menggunakan layangan yang dibeli Mulbul. Kakaknya memuja-muja Mulbul meskipun sebentar saja (hlm. 53-55).

Tidak sampai di situ, Mulbul yang tak pernah diketahui oleh kedua kakaknya bisa menyembuhkan orang yang terkena sengatan kalajengking, suatu waktu mengejutkan kedua kakaknya karena ada tetangga yang meminta tolong pada Mulbul untuk menyembuhkan istrinya yang terkena sengatan kalajengking (hlm. 102).

Mulbul juga berjasa atas hilangnya perpalakan di pasar. Mulbul menghilangkan perpalakan dengan cara mencium kepala preman terkuat di pasar yang sudah lama berkuasa dan memalak pedagang-pedagang pasar. Preman itu merasa harga dirinya hancur karena dicium oleh orang yang kurang akal. Dia pun menghajar habis-habisan Mulbul hingga si preman tersebut dipenjara. Lalu di akhir cerita nanti, preman ini juga akan bertaubat gara-gara Mulbul (hlm. 110).

Selain itu, Mulbul juga membuat Nalea, seorang pelacur, jatuh cinta dengannya karena hanya Mulbul laki-laki yang tak bernafsu ketika melihat Nalea.