KURUNGBUKA.com – Yang memiliki masa lalu mengingat nama-nama yang menentukan hari-harinya. Dulu, nama-nama itu memberi cerita-cerita yang mengesankan. Indonesia sedang ramai cerita. Artinya, penerbitan ratusan judul novel selalu mendapatkan pembaca. Nostalgia bersama novel masih menyisakan bahagia, sebelum dunia terlalu berubah.

Maka, para pembaca novel masa lalu menghormati persembahan yang diberikan Marga T, Mira W, Ike Soepomo, Maria A Sardjono, La Rose, dan lain-lain. Kaum perempuan menjadi pengisah, yang membuat ribuan pembaca di seantero Indonesia ketagihan. Yang menggembirakan adalah para pembaca biasanya sekaligus kolektor. Di rak atau lemari, mereka menata banyak novel yang ditulis oleh pengarang yang dikaguminya. Apakah mereka yang membuktikan bahwa buku-buku mulia di dalam rumah? Ada yang mendapat untung bila membukan kios persewaan buku. Novel-novel menjadi incaran ribuan orang.

Ada yang bergairah mengoleksi semua novel Marga T, yang diadakan oleh beberapa penerbit. Namun, akhirnya novel-novel Marga T sering diterbitkan Gramedia. Ada yang memilih buku-buku Mira W. Ada pula yang sangat menggemari novel-novel gubahan Maria A Sardjono. Yang suka membaca menularkan seleranya kepada teman, tetangga, anak, saudara, dan lain-lain. Maka, masa lalu itu memiliki para pembaca yang fanatik. Bagaimana mereka membaca: memilih tempat dan waktu? Yang jelas Indonesia pernah keranjingan novel, yang mengakibatkan orang-orang mengalami hari-hari yang bergelimang cerita.

Biasanya, yang membaca novel-novel akan terhubung dengan pelbagai majalah. Pengarang-pengarang yang dipujanya sering menyajikan cerita pendek, cerita bersambung, dan novelet di majalah Femina, Kartini, Sarinah, Pertiwi, dan lain-lain. Pada masa lalu, yang paling banyak membaca adalah kaum perempuan. Maka, mereka yang menjadikan Indonesia adalah negara-buku dan negara-majalah.

Nama yang masuk dalam nostalgia bacaan: Maria A Sardjono. Datanglah ke pasar buku bekas atau toko buku. Maka, mata kita akan mudah melihat novel-novelnya, yang terbit dalam edisi lama atau baru. Nama yang menentukan hari-hari membaca cerita di Indonesia selama beberapa dekade.

Di majalah Kartini, 5 November 1984, kita membaca cerita pendek berjudul Dunia Sebatas Rumah. Cerita tampil dalam perayaan 10 tahun majalah Kartini. Kehadirannya berbarengan keterkenalan pengarang dalam jagat novel di Indonesia. Mengapa cerita itu terpilih untuk pembaca yang ikut merayakan keberhasilan majalah Kartini untuk terus terbit dan tersaji di hadapan ribuan orang?

Yang diceritakan adalah perempuan bergelar sarjana. Tokoh yang berpendidikan, yang memiliki banyak kemungkinan dalam memilih profesi. Namun, ia berada dalam rumah. Guncangan pun terjadi.

Maria A Sardjono bercerita: “Diah melipat kembali koran yang baru dibacanya. Dadanya terasa sesak. Dan rasa tak puas yang belakangan ini menggoda perasaannya datang lagi. Benci ia kepada kehidupan rutin yang itu-itu juga. Kehidupan yang mulai membosankan. Kehidupan yang sempit lingkupnya. Kehidupan yang mengerdilkan gelar kesarjanaan yang dimilikinya.”

Pembaca diajak berpikir perempuan (terpelajar) dan rumah. Pembaca yang mengetahui Indonesia sedang dalam pembangunan nasional, yang memberikan hak kepada kaum perempuan bekerja sesuai ilmu dan semangatnya. Namun, Indonesia juga sedang gencara memasalahkan keluarga bahagia.

Maka, kehadiran cerita pendek itu lumrah menimbulkan perdebatan. Kita membayangkan majalah berada di rumah. Ibu, bapak, dan anak membaca bergantian cerita pendek gubahan Maria A Sardjono. Mereka mulai saling bicara dan berpendapat. Apakah mungkin terjadi?

Diah diceritakan membaca koran tapi lekas sedih dan bimbang. Apa yang dibacanya di koran? Pengarang melanjutkan: “Di koran, diberitakan bahwa beberapa hari yang lalu berlangsung seminar peningkatan peranan wanita. Ibu Tien Soeharto mengatakan bahwa peningkatan pengetahuan dan keterampilan harus sesuai kebutuhan nyata, terutama yang dapat mendorong wanita bertindak dan menjawab tuntutan bangsa.” Siapa yang tidak mengenal dan mengagumi Ibu Tien Soeharto pada masa Orde Baru. Artinya, tokoh dalam cerita dan Maria A Sardjono pasti termasuk barisan pengagum.

Cerita yang mengandung propaganda Orde Baru. Cerita yang dimuati misi-misi pembangunan nasional dan hal-hal yang disampaikan oleh Soeharto-Tien Soeharto. Jadi, para pengamat sastra yang ingin membahasa “sastra propaganda” berlatar Orde Baru bisa memilih cerita gubahan Maria A Sardjono sebagai data.

Tokoh itu sedih dan berharap: “Lalu, apakah yang telah diberikannya untuk dan bangsa? Untuk apa gelar sarjana yang dimilikinya? Tidak ada. Sejak menikah sepuluh tahun yang lalu, ia hanyalah seorang ibu rumah tangga yang biasa.” Cerita yang memang penting dikenang dan diperdebatkan.

*) Image by dokumentasi pribadi Bandung Mawardi (Kabut)

Dukung Kurungbuka.com untuk terus menayangkan karya-karya penulis terbaik dari Indonesia. Khusus di kolom ini, dukunganmu sepenuhnya akan diberikan kepada penulisnya. >>> KLIK DI SINI <<<