KURUNGBUKA.com – Ada yang memujinya setelah membaca novel berjudul Rojan Revolusi. Novel lawas yang mendapat penghargaan tapi pembacanya seperti “berhenti” di masa lalu saja. Yang punya catatan sastra, mengetahui ia malah pernah kondang dengan puisi yang mengisahkan Priangan. Akhirnya, ia rajin menulis puisi atau bergairah dengan penulisan novel? Jawaban sementara: ia dihormati sebagai penulis novel. Para pembaca pun ingatan novelnya yang berjudul Kemelut Hidup dan Keluarga Permana.

Yang menulis novel-novel itu bernama Ramadhan KH. Ia tidak sia-sia menulis novel. Banyak pengamat sastra yang membahasnya. Buku-buku itu mudah ditemukan di perpustakaan sekolah dan universitas. Artinya, kita tidak perlu khawatir Ramadhan KH kalah pesona dari Ajip Rosidi, Mochtar Lubis, Ahmad Tohari, Putu Wijaya, atau YB Mangunwijaya.

Para pembaca di jenis bacaan berbeda juga mengenali Ramadhan KH. Pada masa Orde Baru, Ramadhan KH rajin menulis buku-buku biografi. Ia yang mahir bercerita sadar memiliki kekuatan dalam penulisan biografi, yang biasa menimbulkan “gosip” dalam masalah kebenarran dan keutuhan. Sebelumnya, para pembaca biasa membaca buku-buku biografi ditulis oleh Soebagijo IN atau Solichin Salam.

Ramadhan KH adalah penulis yang mungkin mendapat banyak pengakuan dan pendapatan dari buku-buku biografi ketimbang buku-buku sastra. Pada suatu masa, ia menulis biografi Ibnu Sutowo. Dulu, tokoh itu dikaitkan dengan Pertaminan. Korupsi dan pengelolaan yang menyeleweng mengakibatkan Pertamina menjadi masalah besar di Indonesia. Ibnu Sutowo mendapat kecaman, diserang dengan banyak tuduhan.

Beberapa tahun sebelum menggarap biografi Ibnu Sutowo, Ramadhan KH menulis novel berjudul Ladang Perminus (1990). Novel yang menyinggung Pertamina. Pengarang menggunakan nama yang berbeda tapi tetap mengajak pembaca memikirkan industri atau perusahaan minyak di Indonesia. Novel itu dianggap berani dalam melancarkan kritik dan membuka bobrok-bobrok. Pengarang tidak meramalkan bakal menulis biografi Ibnu Sutowo, yang telanjur dicap buruk oleh masyarakat. Mengapa ia mau menghasilkan biografi tokoh, yang sebelumnya dipandang momok perminyakan di Indonesia?

Di majalah Matra edisi November 1990, kita menemukan ulasan Ladang Perminus hanya setengah halaman. Maksud kehadiran tulisan mungkin sejenis iklan agar orang-orang membeli dan membacanya. Tulisan belum bisa diakui sebagai resensi serius yang bermutu.

Yang terbaca di majalah: “Paling tidak, novel tergagas oleh pandangan dan pendapat Hussein Alatas mengenai penyelewengan atau penggelapan keuangan.” Bagi yang belum membaca Ladang Perminus, jangan berharap yang romantis. Ramadhan KH sedang memberi novel yang menguak nasib Indonesia berduka akibat korupsi di pelbagai instansi, termasuk perusahaan minyak, yang dulu diharapkan memberi penghasilan terbesar di Indonesia.
Bocoran sedikir mengenai isi novel: “Ia mengisahkan nasib seorang bekas pejuang kemerdekaan RI yang selalu bertentangan dengan arus orang banyak. Hidayat – begitu nama tokoh kita dalam novel – tak dapat menutup matanya terhadap tindakan korupsi dan manipulasi yang terjadi di kantornya.” Novel itu mungkin sempat membuat pihak pemerintah, polisi, dan kejaksaan agung takut memikirkan dampaknya bagi pembaca yang berani menggugat rezim Orde Baru.

Apakah novel itu laris, yang berhak mendapat keterangan “best seller” di sampul buku? Pada masa setelah kejatuhan rezim Orde Baru dan abad XXI, kita justru jarang mengetahui orang-orang membaca Ladang Perminus dan menganggapnya sebagai novel terpenting Ramadhan KH.
Di majalah Matra, tulisan setengah halaman yang mengandung iklan, kita membaca paragraf terakhir: “Inilah tema yang dinafasi unsur politik dan gejolak pereknomian Indonesia, ketika harga minyak bumi di Indonesia sedang marak pada masa 1970-an. Karena itu novel ini menjadi novel kontekstual – bercerita dalam kenyataan kendati semuanya fiktif belaka.”

Bayangkan bila ada yang masih membaca Ladang Perminus saat Pertamina tetap masalah besar di Indonesia. Beberapa bulan yang lalu, kita mengikuti berita bertema Pertamina, yang memunculkan tokoh sedang dicari berurusan uang. Tokoh itu kabur. Kita cuma mendapat kabar mengenai kekayaannya, jumlah mobil, dan permainan yang dibuatnya untuk Pertaminan. Yang membaca berita dan mengikuti debat tidak lagi mendapat seruan agar membuka kembali halaman-halaman Ladang Perminus gubahan Ramadhan KH. Novel itu tidak perlu cetak ulang bila Indonesia bangkrut oleh korupsi.

*) Image by dokumentasi pribadi Bandung Mawardi (Kabut)

Dukung Kurungbuka.com untuk terus menayangkan karya-karya penulis terbaik dari Indonesia. Khusus di kolom ini, dukunganmu sepenuhnya akan diberikan kepada penulisnya. >>> KLIK DI SINI <<<