“Kertasnya memiliki tekstur yang kokoh. Dengan bergairah, jari jemarinya meluncur di atas permukaan kertas tersebut. Kemudia dia mengangkat buku itu mendekati lubang hidungnya untuk mencium baunya. Terasa bau pedas yang dia perkirakan pasti berasa dari daun salam.”
(Mikkel Birkegaard, Libri di Luca, 2009)
KURUNGBUKA.com – Di mata, buku adalah persekutuan kertas dan tinta. Yang melihat buku mengetahui kertas-kertas dijilid rapi, yang mengesahkannya menjadi buku. Kertas-kertas berasal dari pohon-pohon. Di tanah, pohon itu bertumbuh bersama waktu. Pohon yang berubah nasib dengan perwujudan kertas melalui teknik dan “ritual” yang menyulut perubahan-perubahan di pelbagai peradaban. Kertas-kertas yang mendapatkan huruf-huruf terlihat dengan olahan tinta.
Buku berusia tua, buku yang membawa ingatan-ingatan. Ada yang terkuak, ada yang masih misteri. Luca di hadapan buku tua, memegang dan merasakan bau. Ia mengingat pohon. Yang teringat dan diketahui adalah daun salam. Pengertian-pengertian perlahan dimiliki berdasarkan dugaan dan pembuktian mengenai buku dan waktu.
Buku tak cuma untuk mata. Hidung ikut memberi makna. Yang sadar bau bakal bisa mengisahkan buku. Bau mengantar ke tempat, tokoh, peristiwa, dan masa. Kita mungkin tidak mempunyai kesaktian dalam mengartikan buku dengan bau. Pada abad XX dan XXI, kita terbiasa mendapat bau buku berasal dari mesin cetak dan penjilidan yang kurang khas jika dibandingkan bau-bau buku dari ratusan tahun lalu.
Yang tampak dan terpegang adalah kertas. Buku sebagai persembahan yang tidak cukup mengisahkan teknik. Buku-buku masa lalu memiliki “ritual” yang memungkinkan ikatan atas alam, tak hanya benda-benda. Di novel berjudul Libri di Luca gubahan Mikkel Birkegaard, kita disadarkan usia dan bau. Buku memang waktu. Buku yang berbau.
Dukung Kurungbuka.com untuk terus menayangkan karya-karya terbaik penulis di Indonesia. Khusus di kolom ini, dukunganmu sepenuhnya akan diberikan kepada penulisnya. >>> KLIK DI SINI <<<