Saat berkunjung ke destinasi wisata di mana pun berada, kita akan menikmati dan mengetahui sisi unik distinasi tersebut. Sisi unik inilah yang kemudian menjadi daya tarik dan daya kisah yang menarik. Hal itulah yang segera saya cari ketika berkunjung ke salah salah satu negeri jiran, yakni Malaysia. Apalagi Malaysia terkait erat pula dengan Indonesia pada masa awal perkembangannya. Selat Malaka menjadi pusat perdagangan internasional saat itu dan menurut catatan sejarah, wilayah Malaysia dan beberapa negara lain di Asia Tenggara merupakan daerah kekuasaan Kerajaan Sriwijaya, salah satu kerajaan terbesar di Indonesia.

Penerbangan dari bandar udara Soekarno-Hatta Jakarta ke bandar udara Kuala Lumpur Malaysia ditempuh selama 1 jam 50 menit dengan perbedaan waktu satu jam. Jadi, kalau penerbangan dari Jakarta pukul 21.00 WIB, maka di Malaysia pukul 22.00 waktu Malaysia.

Istana Negara Kerajaan Malaysia

Malaysia menggunakan sistem monarki dengan kepala negara dipimpin seorang raja, sedangkan pemerintahan (eksekutif) dijalankan oleh perdana menteri. Ada 13 negara bagian dan tiga wilayah pesekutuan.

Istana Negara Kerajaan Malaysia menjadi salah satu destinasi wisatawan meskipun hanya bisa menikmati dari pelataranya saja. Pengunjung diberi keleluasaan untuk berfoto di depan gerbang istana yang dijaga dua pasukan berkuda istana. Terlihat dari luar, bangunan istana terlihat megah dan asri bak istana kerajaan dalam dongeng.

Istana yang terletak di Jalan Tunku Abdu Halim ini dibuka pada 2011 untuk menggantikan istana lama. Istana yang menjadi kediaman Yang di Pertuan Agong kepala negara Malaysia ini memiliki luas sekitar 97 hektare dengan 22 kubah yang dibagi menjadi tiga bagian, yakni bagian utama, bagian keluarga kerajaan, dan bagian administrasi.

Twin Tower Petronas Menjadi Kebanggaan

Selama ini, saya mengira pusat pemerintahan Malaysia masih berada di Kuala Lumpur. Namun ternyata, pemerintah Malaysia memisahkan antara pusat bisnis dan pusat pemerintahan. Jika bisnis di pusatkan di Kuala Lumpur sebagai kota terpadat, maka pusat pemerintahan dialihkan ke Putrajaya yang berjarak sekitar 35 kilometer dari Kuala Lumpur. Berbeda dengan di Indonesia, antara pusat bisnis dan pusat pemerintahan masih menyatu di Jakarta.

Di Kuala Lumpur, ada satu bangunan megah kebanggaan Malaysia, yakni menara kembar (twin tower) Petronas. Gedung kembar tertinggi di dunia yang dibangun dengan biaya 1,6 miliar dolar ini menjadi maskot Malaysia meskipun bangunan ini milik Petronas. Kita tahu bahwa Petronas (Petroliam Nasional Berhad) merupakan perusahaan minyak dan gas milik pemerintah Malaysia yang didirikan pada 1974. Meskipun milik perusahaan, menara kembar Petronas menjadi salah satu destinasi wisata yang wajib dikunjungi.

Pengunjung sebetulnya diperolehkan masuk ke gedung tersebut, hanya saja harus membeli tiket dan itu pun hanya bisa diakses sampai lantai 41 karena ke atasnya merupakan perkantoran. Di lantai 41 dan 42 inilah terdapat jembatan (skybridge) yang menghubungkan kedua gedung tersebut. Jembatan tersebut tergantung pada ketinggian 170 meter dengan panjang 60 meter. Perlu diketahui bahwa menara kembar ini terdiri atas 88 lantai dan 5 lantai ke bawah sebagai fondasi. Dengan demikian, total lantai jika dihitung dari bagian fondasi berjumlah 93 lantai. Fondasi yang kokoh ini dirancang agar gedung tahan goncangan gempa.

Salah satu keunikan dari menara kembar Petronas adalah dirancang dengan arsitektur bergaya Islam klasik. Simbol bintang segi delapan (oktagon) pernah digunakan oleh Kekhalifahan Al-Andalus. Bintang segi delapan dikenal juga sebagai bintang al-Quds (Yerusalem), sebab pada masa Bani Umayyah direncanakan pembangunan Kuil Kubah Batu (Dome of the Rock) berbentuk segi delapan untuk memperingati status Yerusalem sebagai kiblat umat Islam.

Saya bersama rombongan tidak melewatkan momen kunjungan ke menara kembar Petronas untuk berfoto. Benar saja kalau menara ini menjadi ikon pariwisata Malaysia. Hal ini dapat terlihat dari banyaknya cenderamata berupa gambar dan replika menara kembar Petronas.

Berselimut Kabut di Genting Highland

Waktu menunjukkan pukul 15.00 ketika kami berangkat menuju satu destinasi yang bernama Genting Highland. Dari panduan yang disampaikan tour guide, kita akan diajak naik kereta gantung (skyway) sepanjang kurang lebih 4 kilometer dengan ketinggian mencapai 2000 meter di atas permukaan laut. Saya sendiri kemudian membayangkan naik kereta gantung yang ada di TMII. Namun, ternyata kereta gantung ini lebih tinggi dan bergerak naik dari bawah sampai ke puncak gunung. Kereta gantung Genting Skyway ternyata menjadi kereta gantung tercepat di dunia dan terpanjang di Asia Tenggara.

Rintik hujan mewarnai perjalanan saya dan rombongan naik kereta gantung Genting Skyway. Perasaan berdebar tentu saja menyergap kami karena tidak menyangka akan bergerak sejauh hampir 4 kilometer ke puncak gunung. Semakin ke atas kabut mulai menghalang pandangan. Kereta gantung sempat berhenti di stasiun yang berada di tengah. Kami tidak disarankan turun di sana dan harus lanjut sampai ke satsiun terakhir. Sebab, stasiun di tengah itu merupakan akses menuju kuil pagoda yang berdiri megah di atas bukit. Suasana sore bersaput kabut dingin mewarnai perjalanan menuju puncak.

Akhirnya, saya sampai ke stasiun akhir yang ternyata di sebuah mal megah yang menurut informasi tempat itu dikenal sebagai Las Vegas-nya Malaysia. Las Vegas? Tempat judi? Saya tertegun. Sejurus kemudian tour guide menjelaskan bahwa inilah casino yang legal di Malaysia yang dioperasikan oleh Resorts World bhd. Tempat itu luar biasa hingar bingar dengan layar tv yang sangat besar. Saya dan rombongan hanya diberi waktu 30 menit untuk berkeliling di mal tersebut. Saya segera berkumpul lagi untuk turun kembali menggunakan kereta gantung yang sama.

Suasana saat naik dan turun terasa berbeda. Saat naik, cuaca masih terang karena masih sekitar pukul 6 sore. Namun, ketika turun hari sudah malam dan hujan pun sudah reda. Saya dapat menikmati kemegahan Genting Higland diterangi cahaya lampu. Terlihat ada bangunan sebuah hotel yang sangat megah. Hotel tersebut bernama Hotel First World yang memiliki sekitar 7000 kamar dan menjadi hotel terbesar kedua di dunia.

Berlayar ke Melaka

Hari kedua di negeri jiran Malaysia, kami diajak berkunjung ke negara bagian Melaka Bandaraya Bersejarah. Jarak antara Kuala Lumpur dan Negeri Melaka sekitar 144 km atau dapat ditempuh dengan waktu 2-3 jam. Hari itu cuaca sangat cerah. Berbeda ketika mengunjungi Genting Highland yang diguyur hujan sepanjang jalan.

Setelah menempuh perjalanan sekitar 2 jam, sampailah di wilayah negara bagian Melaka. Suasana kota pelabuhan mulai terasa. Selain suhu udara yang panas, juga bendera negara bagian Melaka terlihat di beberapa tempat di sepanjang jalan. Tidak lama kemudian, kita sampai di sebuah destinasi wisata sejarah yang suasananya sangat mirip Kota Tua Jakarta. Hanya saja di Melaka, bangunan bersejarah ditandai dengan warna cat merah. Terlihat jajaran gedung berwarna merah di pinggir sungai yang bersih. Udara panas tidak begitu terasa karena angin berhembus menyegarkan. Sebelum menuju Museum Samudera, saya melihat satu bagunan gereja bertuliskan “Chirst Chruch Melaka”. Gereja tersebut dibangun pada masa Portugis pada tahun 1753.

Setelah berjalan sekitar 300 meter menyusuri tepi Sungai Melaka, saya dapat melihat sebuah replika perahu layar peninggalan Portugis yang menjadi penanda bahwa kita sudah sampai di Museum Samudera. Kapal layar yang menjulang seukuran aslinya itu merupakan replika dari kapal Flor de La Mar, sebuah kapal Portugis saat menguasai Melaka.

Saya sangat penasaran ingin naik dan masuk ke dalam lambung kapal tersebut. Dengan membayar tiket 10 ringgit Malaysia, saya dan beberapa teman rombongan segera naik melalui tangga yang telah disediakan. Tinggi kapal tersebut sekitar 34 meter. Replika kapal tersebut dilengkapi dengan tiang-tiang layar yang menjulang. Seluruh badan kapal terbuat dari kayu yang sangat kokoh. Replika kapal tersebut merupakan bagian dari Museum Samudera yang menyimpan banyak peninggalan bersejarah.

Bagian dalam kapal tersebut terdiri atas tiga lantai dan di setiap lantai terdapat beberapa peninggalan, replika, diorama, dan foto-foto bersejarah. Salah satu peninggalan bangsa Portugis yang dipajang adalah senapan lengkap dengan proyektil pelurunya, serta peluru meriam. Selain itu, diorama yang menggambarkan kegiatan perdagangan juga ada. Selain bisa berswafoto, kita juga dapat mengetahui cerita sejarah kesultanan Melaka serta perkembangan perdagangan mulai dari zaman Kesultanan Melaka sampai ke masa pendudukan kolonial Portugis, Belanda, Inggris, dan Jepang di tanah Melayu. Apalagi Melaka merupakan pusat perdagangan yang juga menjadi bagian dari sejarah Indonesia.