Apa pun akan Wagyo lakukan demi Alana. Bukankah itu wajar bagi seorang lelaki melakukan apa pun demi membuat sang pujaan hatinya senang. Tapi mengapa Wagyo selalu dihina oleh teman-temannya? Ia sering dikatakan bodoh, goblok, bucin, dan umpatan-umpatan lain yang selalu membuat Wagyo bertanya-tanya di mana letak kesalahannya.

Minggu lalu Wagyo baru saja membelikan Alana sebuah smartphone keluaran terbaru sebagai hadiah ulang tahunnya. Untuk membeli smartphone tersebut, ia rela menjual motor pemberian ayahnya. Alhasil, sekarang ia harus rela untuk berjalan kaki dari kos-kosannya ke kampus. Tapi, Wagyo tidak pernah mempermasalahkan itu. Baginya, untuk dapat memetik sebuah kembang yang indah, tidak masalah untuk memberinya pupuk yang paling mahal. Meskipun pada akhirnya ia harus hidup melarat setelah itu. Tapi ini kisah cinta Wagyo! Memetik sebuah kembang tentu berbeda dengan kisah cinta. Semua orang bisa saja memetik kembang di taman tanpa harus repot-repot memberinya pupuk. Begitu pun denganmu Wagyo. Tidak hanya satu kembang di taman, mengapa harus Alana?

***

Sudah ribuan kali orang bertanya itu kepadaku, tapi aku masih tidak tahu jawabannya. Bukahkah di saat kita tidak memiliki alasan untuk mencitai seseorang, itu baru disebut perasaan cinta yang sebenarnya? Aku sering mendengar itu dari pakar-pakar cinta yang ada di media sosial. Kalau dipikir-pikir, memang masih banyak gadis yang lebih cantik dari Alana. Namun, entah mengapa di saat aku melihatnya, rasanya ada sebuah getaran di hatiku ini.

Biar aku jelaskan mengapa aku bisa menyukai Alana pertama kali. Waktu itu hujan begitu lebat jatuh di kampusku. Aku yang sedang melamun di depan kelas tiba-tiba melihat sesosok gadis dengan rambut kuncir kuda dan sedikit poni di keningnya yang sudah basah dan sedikit acak-acakan. Kulitnya begitu licin kulihat, hingga air hujan yang membasahi tubuhnya tidak bisa berlama-lama menempel. Satu hal lagi, pada hari itu ia menggunakan baju putih yang sedikit transparan. Air hujan yang membasahi tubuhnya perlahan menyibak bagian dalam tubuh Alana. Dan benar saja, aku melihat langsung dengan mata kepalaku ada bagian yang begitu indah menonjol. Pada saat itulah, aku merasakan ada perasaan lain yang muncul di saat aku melihat Alana.

***

Tentu wajar bagi seorang pria langsung terkesima dengan melihat tubuh lawan jenisnya. Tapi Wagyo tidak sendiri. Kecantikan dan keindahan tubuh yang Alana miliki, tidak hanya mengundang perasaan Wagyo saja. Samsir, teman dekat Wagyo ternyata juga memiliki perasaan yang sama dengan Wagyo. Tapi Samsir tidak sebodoh Wagyo. Ia tidak sampai membelikan Alana barang-barang mewah. Baginya, merawat sebuah kembang tidak harus selalu diberikan pupuk yang mahal. Cukup dengan merawatnya dengan kasih sayang, menyiramnya setiap hari, dan menjaganya dari tangan nakal anak-anak yang selalu gatal ingin memetiknya. Tentu hal itu lebih masuk akal dari pada pemikiran Wagyo. Dan benar saja, dengan selalu memperhatikan Alana, Samsir malah selangkah lebih maju di depan Wagyo dalam mendekati Alana.

***

Entah mimpi apa Aku semalam, siang ini aku melihat kejadian yang begitu aneh. Aku melihat Samsir dan Alana sedang duduk berdua di taman siang itu. orang bodoh mana yang mengajak perempuan duduk berduaan di taman dengan cuaca yang panas terik begini. Tentu Samsir jawabnya. Aku memang sudah mengetahui bahwasanya temanku, Samsir juga menyukai Alana. Ia sendiri yang memberitahuku waktu itu.

“Wagyo, aku punya kabar gembira,” ucap Samsir tiba-tiba padaku.

Aku cukup terheran mendengarnya. Pasalnya sudah hampir 2 tahun aku berteman dengannya, tidak pernah sekalipun ia membawa kebahagian dalam hidupku. Contohnya saja tiga bulan yang lalu ia baru saja diusir dari kosnya karena uang kosnya sudah menunggak. Dan selama tiga bulan ini juga ia masih menumpang di kosku. Dan pada hari ini tiba-tiba ia datang dengan membawa sebuah kabar.

“Apa? Kau sudah mendapatkan kos baru?”

“Itu tidak penting!”

“Lalu?”

“Aku jatuh cinta pada seorang gadis yang cantik.” Samsir mengatakan itu bersamaan dengan menunjukan foto gadis itu di handphone-nya. Dan ternya gadis cantik yang dimaksud Samsir adalah Alana.

***

Melihat kemesraan Samsir dengan Alana di taman membuatku marah. Aku memang tidak memberi tahu Samsir bahwasanya gadis yang disukai Samsir adalah gadis yang sama dengan yang kusuka. Terlintas di pikiranku untuk mengusir Samsir dari kosnya agar ia pulang kampung saja dan tidak lagi bertemu Alana. Tapi, sebagai seorang teman, tentu aku merasa tidak enak jika langsung mengusirnya.

Aku sudah tidak tahan melihat mereka berduaan. Hari yang panas membuat darah di kepalaku semakin mendidih. Tapi Aku tidak tahu apa yang harus aku perbuat. Aku juga melihat Alana begitu asyik berbincang dengan Samsir, bahkan sesekali tangannya memukul badan Samsir saat ia tertawa oleh lelucon yang Samsir katakan. Tapi Aku tidak bisa apa-apa.

Aku mengeluarkan rokok dari saku celana dan mulai membakarnya. Ditemani dengan sebotol Golda, aku melihat kemesraan Samsir dan Alana dari kejauhan. Oh, Tuhan, begitu cantiknya Alana terlihat dari kejauhan! Cahaya matahari yang terik tiba-tiba menjadi sejuk di saat mengenai wajahnya. Dan oh, Tuhan, begitu anjingnya temanku! Bermesraan bersama orang yang aku cintai.

Aku seperti orang yang menumpang di bumi ini, padahal dialah yang hanya menumpang di kosku.
Entah setan apa yang merasuki Samsir, perlahan tangannya mulai menggerayangi bagian dada Alana. Dan bibirnya perlahan menyentuh bibir Alana. Taman hari itu memang sepi, tidak ada orang sama sekali. Alana menikmati itu. Justru sekarang tangan Alana yang mulai menggerayangi tubuh Samsir. Alana terlihat begitu menikmati sentuhan Samsir di dadanya. Bahkan sekarang tangan Samsir perlahan menyisip kedalam baju Alana. Aku hanya bisa merokok sambil menikmati sebotol Golda dari kejauhan.

Memang anjing! Si bangsat itu sudah lepas kendali. Aku tidak bisa lagi tinggal diam. Aku mematikan rokok yang baru saja terbakar setengah. Persetan dengan harga rokok mahal, aku lebih tidak terima gadis yang aku suka dinikmati oleh temanku sendiri. Aku mencoba bangkit dari dudukku dan ingin berlari ke tempat Samsir dan ingin menendang kepalanya. Tapi entah kenapa aku tidak bisa melangkahkan kakiku. Seperti ada yang menahanku. Sudah sekuat tenaga aku menggerakannya tapi tidak ada hasilnya. Memang Tuhan tidak adil kepadaku.

Wagyo hanya berdiam dan tidak bisa menggerakan kakinya untuk melangkah. Sementara Samsir sudah meniduri Alana di tengah-tengah taman. Smasir tahu betul kalau cuaca panas seperti ini pasti Alana merasa kepanasan. Perlahan ia mulai melucuti pakaian Alana satu persatu, hingga hanya menyisakan dalamannya saja. Samsir pun mulai kepanasan, ia juga mulai melucuti pakaiannya dan hanya menyisakan kolor saja. Perlahan tapi pasti, Samsir mulai membuka kolornya, dan…

***

“Cukup!” Wagyo memotong.
Aku tidak tahu cerita apa sedang kau rencanakan, tapi ini memang tidak adil. Kau sudah melampaui batas. Bagaimana bisa kau menyiksa tokoh utama cerita ini dengan hal yang menjijikan seperti itu? Aku ini Wagyo Sang tokoh utama. Judul cerita ini saja menggunakan namaku, tapi mengapa nasibku seperti ini?

Dan mereka berdua tengah menikmati panas matahari di taman. Keringat Alana mengucur deras ke muara keringat Samsir diiringi desahan yang begitu hangat. Sepertinya pada saat itu taman memang menjadi milik mereka berdua. Tidak ada satupun orang yang melihat kejadian itu. Tentu ada satu orang, yaitu Wagyo.

“Hei penulis bajingan, biarkan kakiku bergerak!” Wagyo kembali memotong.

“Wagyo, kenapa kau menyuruh-nyuruh Saya? Saya ini Tuhanmu, Saya yang menciptakanmu.”

“Sopankah berkata seperti itu kepada penciptamu, Wagyo?”
“Tuhan? kau tak lebih dari sekedar penulis mesum.” Wagyo tampak sangat kesal.
“Sudah, diam saja. Isap rokokmu, minum Goldamu, dan nikmati ceritanya!”

***

Mereka berdua semakin menjadi-jadi di tengah taman. Samsir pun mulai…

“Hei penulis, apa yang bisa aku nikmati? Bagaimana bisa Aku menikmati gadis yang aku cinta tubuhnya dinikmati temanku sendiri!” Lagi-lagi Wagyo merusak suasana.

“Diam dan nikmati saja, Wagyo. Jalan kan saja peranmu!”

“Jangan mentang-mentang kau penulisnya, kau bisa berbuat sesuka hatimu!” teriak Wagyo.

“Wagyo, cerita ini saya yang ciptakan. Saya tuhannya di sini!”

“Tuhan mana yang menyiksa hambanya seperti ini. Untuk menggerakan kaki saja aku tidak bisa.”
Persetan dengan Wagyo! Samsir terlihat begitu menikmati tubuh Alana. Alana pun terlihat begitu menikmati kepiawaian Samsir dalam memainkan tubuhnya. Setiap jengkal di tubuh Alana sudah banjir oleh keringat. Entah itu keringatnya atau keringat Samsir. Yang jelas keringat mereka sudah saling mengisi setiap ruang kosong di tubuh mereka.

“Cukup, hentikan!” Entah apa yang ada di pikiran Wagyo, ia begitu senang memotong cerita.

“Apakah kau tidak diajarkan dulu oleh orang tuamu untuk tidak memotong orang yang sedang bercerita, Wagyo?”

“Aku hanya ingin bertanya kepadamu. Kau mengatakan di sini kau Tuhanku. Kau yang menciptakanku. Lalu bagaimana dengan kehidupanku ini wahai Tuhanku Sang Penulis?”

“Kehidupanmu saya yang ciptakan! Sudah saya katakan, nikmati saja. Saya sudah menulis semua skenario kehidupanmu. Kau hanya perlu menikmatinya.”

“Baiklah aku akan menikmatinya, tapi aku hanya ingin tahu, jika nanti aku mati aku akan masuk surga atau neraka?”

“Itu bukan urusanmu, cukup ikuti saja skenario kehidupanmu!”
Cuaca di taman semakin panas. Samsir ternyata bertahan cukup lama dalam permainan yang ia mulai. Tidak terlihat sedikitpun tanda-tanda permainan itu akan selesai. Alana pun begitu, wajahnya yang putih sudah mulai memerah. Entah karena cuaca yang panas atau karena terlalu menikmati permainan yang ia ikuti.

“Hei! Berhenti bercerita sebentar! Beri tahu aku tentang takdirku!” Kembali Wagyo yang tidak diajarkan sopan santun memotong cerita.

“Apa gunyanya jika saya memberitahumu itu, Wagyo?”

“Aku hanya ingin tahu, katakan saja!”

“Kau memang tidak diajarkan sopan santun Wagyo. Baiklah, kau akan masuk neraka.”

“Hahaha… katanya Tuhan Mahabaik. Di mana letak kebaikan Tuhan kalau hanya menciptakan seseorang yang pada akhirnya ia akan dimasukan ke neraka?”

“Wagyo, saya menciptakanmu memang sebagai bahan bakar neraka, tapi itu tidak menutup kemungkinan bagimu untuk berimprovisasi di dunia yang telah saya ciptakan.”

“Omong kosong, kau sendiri yang berkata aku harus mengikuti skenario kehidupanku, sekarang kausuruh aku untuk berimprovisasi. Bagaimana aku bisa berimprovisasi kalau untuk menggerakan kaki saja, aku tidak bisa?”

“Lalu sekarang maumu apa, Wagyo?”

“Aku mau kau berhenti ikut campur dalam kehidupanku! Aku akan menulis ulang skenarioku sendiri!”

***

Akhirnya, kakiku dapat bergerak dengan bebas setelah penulis bajingan itu tidak lagi ikut campur dalam kehidupanku. Seperti kataku tadi, aku ingin menendang kepala Samsir. Kelakuannya sudah melampaui batas. Bagaimana bisa aku hanya menendang kepalanya, sedangkan ia sudah sangat jauh menikmati tubuh gadis yang aku cinta. Aku berlari mendekati mereka berdua. Tanpa pikir panjang, aku menendang kepala Samsir yang tengah nikmati memainkan tubuh Alana. Berkali-kali kakiku mendarat di kepalanya. Sedangkan Alana hanya terdiam melihat itu.

Samsir yang sudah lemah setelah menerima tendangan keras bertubi-tubi, kini hanya bisa telentang di tanah. Tanpa pikir panjang, aku langsung menancapkan telapak kakiku pada kemaluannya yang masih kokoh itu. Ia hanya bisa menjerit dan tidak satupun orang yang peduli karena memang tidak ada orang di sini selain kita bertiga. Tidak puas sekali, aku kembali mendaratkan kakiku pada kemaluannya yang kini sudah tidak sekokoh tadi. Namun kali ini ia tidak lagi menjerit. Bahkan tidak lagi ada tanda-tanda kehidupan di kemaluannya. Entah kemaluannya yang mati atau dia yang mati.

Aku tidak peduli. Aku hanya peduli kepada Alana yang sampai saat ini masih tidak berbusana. Aku mendekatinya dan menyelesaikan permainan yang tidak terselesaikan oleh Samsir. Namun, tidak seperti tadi, Alana terlihat tidak menikmatinya. Ia beberapa kali mendorongku untuk menjauhinya. Tapi itu sia-sia. Tangan mungilnya tidak cukup untuk mendorong tubuhku. Aku mulai menikmati permainan, tapi tidak dengan Alana. Tapi aku tidak perduli.

Aku tertawa begitu bahagia karena dapat juga menikmati tubuh Alana yang sudah lama ingin aku nikmati. Akhirnya aku dapat melihat dengan langsung, bahkan menyentuh bagian dadanya yang pada saat itu membuatku jatuh cinta padanya. Rasanya baru lima menit aku menikmati permainan ini, tapi tiba-tiba ada sesuatu yang menghantam dadaku. Aku tersungkur. Dadaku rasanya seperti dihantam benda besar. Melihat tubuhku yang mulai terkapar, Alana mengambil pakaiannya dan perlahan lari meninggalkanku.

***

“Tuhan, dadaku kenapa begitu sakit?”

“Baru kau ingat saya, Wagyo”

“Tolong aku Tuhan!” pinta Wagyo terbata-bata.

“Sekarang, saya tidak lagi ikut campur di kehidupanmu. Nikmatilah sekenario yang telah kau tulis ulang!”

Aku tak tahu apa yang terjadi pada tubuhku. Rasa sakit di dadaku perlahan menyebar ke bagian tubuhku yang lain. Bahkan terik panas matahari yang menimpa wajahku terasa lebih panas dari biasanya. Aku hanya bisa merasakan sakit. Aku tak lagi mengetahui apa-apa, dunia seakan berhenti. Sekarang yang kutahu hanya gelap dan panas, seperti ada kobaran api yang menjilat-jilat tubuhku.

*) Image by istockphoto.com

Dukung Kurungbuka.com untuk terus menayangkan karya-karya terbaik penulis di Indonesia dan membagikan berita-berita yang menarik lainnya. >>> KLIK DI SINI <<<