Akhir-akhir ini masyarakat dibuat heran dengan semakin maraknya konten-konten media sosial yang meresahkan. Youtuber yang membuat konten bersama bayinya dengan menaiki jetski sampai mendapatkan berbagai kecaman dari masyarakat. Netizen yang melakukan live dengan mengguyur badannya dengan air selama berjam-jam untuk mendapatkan saweran dari penontonnya. Ada juga yang membuat video ketika temannya menendang seorang nenek yang kemudian mendapatkan reaksi beragam dari masyarakat. Tentu saja, masih banyak sekali konten-konten yang tersaji di media sosial yang kemudian menjadi viral.

Istilah viral di era digital saat ini menjadi sesuatu yang lumrah didengar. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) istilah viral memiliki arti yang berkaitan dengan virus, atau menyebar luas dan cepat seperti virus. Itulah fenomena yang terjadi saat ini. Mudah sekali informasi menyebar seperti virus ke seluruh penjuru dunia melalui media digital, terutama media sosial. Efek yang ditimbulkan dari sesuatu yang viral adalah kepopuleran.

Namun yang disayangkan saat ini konten yang menjadi viral adalah konten-konten yang memuat perilaku negatif dan tidak bermoral. Sangat disayangkan di saat upaya pemulihan ekonomi melalui industri kreatif berbasis digital namun di sisi lain netizen yang hanya memburu pundi-pundi membuat konten serampangan dan tidak syarat moral. Lebih parahnya, konten-konten negatif tersebut banyak diikui oleh para penganut Fear of Missing Out (FOMO). Netizen tidak ingin kehilangan momen untuk ikut-ikutan sesuatu yang sedang viral agar tidak ketinggalan trend.

Masyarakat digital atau homo digitalis hidup dalam sebuah siklus digital masyarakat virtual dengan aneka rupa. Hilangnya sekat menjadikan masyarakat digital bebas berekspresi dan bahkan menghasilkan rupiah. Tidak hanya menjadi populer, sebuah konten yang viral akan menghasilkan uang. Di dalam dunia bisnis digital, semakin viral suatu konten berkorelasi secara langsung dengan pundi-pundi yang akan didapatkan. Sehingga, orang-orang berusaha untuk menjadi terkenal dengan berbagai cara.

Viralisme

“Kencingilah sumur zam-zam kalau kamu ingin terkenal”. Ujaran masa lalu yang sangat relevan dengan kondisi masyarakat saat ini. Masyarakat digital yang sangat memiliki hasrat untuk menjadi terkenal, bagaimanapun caranya. Inilah paradoks zaman digital di mana orang terjebak dalam tatanan baru yang bernama viralisme. Semakin marak orang melakukan hal-hal d luar nalar agar supaya kontennya menjadi viral. Kepopuleran di dunia virtual tak terbatas di wilayah di mana dia tinggal, akan tetapi viral dan populer di dunia virtual berlaku global. Artinya, konten viral di Indonesia memungkinkan terkenal juga di negara lain.

Hingga tahun 2022 riset dari Data Reportal menunjukkan bahwa jumlah pengguna media sosial di Indonesia mencapai 191,4 juta pada Januari 2022. Angka ini meningkat 21 juta atau 12,6 persen dari tahun 2021. Jangkauan dan keterbukaan publik terhadap media sosial memudahkan konektivitas antar penggunanya untuk saling membagikan informasi yang silih berganti di media sosial. Oleh karena itu, media sosial menjadi pilihan paling banyak digemari oleh masyarakat untuk mendapatkan kepopuleran.

Fitur-fitur dalam media sosial saat ini sangat mendukung netizen untuk menciptakan konten-konten yang berpotensi membuat seseorang maupun brand menjadi viral. Fitur siaran langsung (live) baik di instagram, tiktok, maupun market place banyak dimanfaatkan untuk memaksimalkan produksi konten yang menarik perhatian netizen. Jumlah followers (pengikut) akun media sosial menjadi salah satu yang dikejar netizen saat ini.

Dr.MG Bagus Kastolani, Psi menyebutkan setidaknya ada tiga hal yang membuat sebuah konten bisa viral. Pertama, publik suka pada gagasan yang tidak biasa atau out of the box. Misalnya fenomena Citayam Fashion Week. Kedua, publik menyukai hal-hal yang dibicarakan terus menerus. Ketiga, publik menyukai hal-hal yang mempunyai efek mosi atau dampak emosi baik yang positif maupun negatif. Seperti misalnya kasus perselingkuhan antara menantu dan mertua. Oleh karena itu, karena keinginan dasar seseorang yaitu memiliki pengaruh atau power maka segala hal dilakukan untuk dapat tetap eksis di dunia maya.

Netizen Cerdas

Arus deras informasi di jagat maya mengharuskan masyarakat digital memiliki keterampilan memilah dan memilih informasi. Masyarakat harus membekali diri dengan keterampilan kognitif dan logika yang rasional. Sehingga sebagai netizen akan lebih bijak menyikapi suatu konten dan tidak terbawa emosi. Sebagai content kreator juga harus mengedepankan konten-konten yang tidak mengesampingkan moral sehingga pesan yang disampaikan ke masyarakat bermuatan positif. Hidup di negara Indonesia merupakan negara yang sangat menjunjung tinggi moral karena masyarakat Indonesia menjunjung tinggi nilai Ketuhanan YME. Oleh karena itu, sebagai generasi Indonesia yang memiliki menjunjung tinggi nilai ketuhanan akan lebih elok jika dibarengi dengan sikap bijak bermedia sosial.