Saat Gus Aim bertandang ke rumahku dan kami duduk di teras, seorang remaja mendekat dan mengucapkan salam.

“Saya santri dari Pesantren Karanji, diutus untuk menemui bapak-bapak dermawan, barangkali berkenan menyumbang bagi pembangunan pondok.” Ia mengeluarkan map dari tas cangklongnya.

Aku sungguh terkejut, tapi kulihat, Gus Aim malah tersenyum.

“Pesantren mana itu, Mas?” Aku ingin memperjelas prasangkaku.

“Di Paciran, Pak. Pesantren tertua di wilayah pantai utara.”

Gus Aim bangkit dan mengulurkan uang seratus ribu kepada santri itu. “Jujur dan tidak merugikan orang lain, insyaallah rezeki kita berkah, Mas,” ia tersenyum, “kebetulan, saya putra dari pengasuh pesantren tersebut. Monggo, mampir jika sempat.”

Lamongan, 26 Oktober 2020.