Meledakkan Diri yang Lama

Tak ada yang ingin meminjamkan kepastian kepadamu
Ledakan ditubuhmu lahir dari sisa letusan kembang api
Saat orang-orang di sekitarmu riang meneriakki masa depan:
serupa gelap menyambut seberkas cahaya pagi hari.

Tak ada yang ingin menjelaskan kenyataan kepadamu
Kepalamu telah merampas suara-suara jauh dari jiwa
Kau tak lagi ingin menanti kabar baik sejak kemarin:
serupa kerikil kecil yang tenggelam di dasar sungai.

Kau penuh – luka di telapak tanganmu
menampar
masa silam
di dalam saku celanamu
yang hampa.

2019

*

Diorama Kecemasan

­Sebelum kita tiba di penghujung tahun paling sengsara
Pagi ini kupandangi tubuhku yang tak menjanjikan apa-apa
Kedua kaki ini adalah dua batang ketakutan masa silam
Segala musim bermukim di kepala – beraroma pakaian basah.

Kau pernah menanam sebiji harapan di pangkal pinta
Tapi lambaian perpisahan lebih dulu tumbuh
bahkan kala kemarau.
Lihatlah jendela berdebu di kedua mataku sekarang.

Biar aku jadi lautan yang terbelah tanpa tongkat Musa
Memisahkan atau memberi jalan kepada kehilangan
Sembari burung elang menerjang langit dengan paksa
Bila esok tiba, tubuhku pecah ditindih kecemasan.

2019

*

Ketidaksadaran Angin

matahari yang bijak menepuk-nepuk pundak sungai
menenangkan arus serta mengarahkan segala tujuan
perahu kita akan segera belajar bahasa angin – penjuru: 
memanggil nama dengan menenggelamkan kehilangan.

aku akan tiba kepadamu setelah lekas menebas ragu
orang-orang begitu riuh melemparkan suara ambigu
keranjang di pundak kurus ini terbuka bagai kelopak
menampung pedih hunian segala nestapa di semesta.

“beritahu aku sebuah doa perjalanan untuk selamat!”

takdir ini redup dan gegabah, pasrah ditanggalkan kenangan
tapi siapa sangka kemarin hanya bentangan – sesuatu –
dari gusar satu keinginan rahasia terdalam manusia
yang akan terdiam seperti batu kerikil di dasar sungai.

Aku akan tiba kepadamu setelah lekas melepas kelak.

2019