Badut Eropa
Badut Eropa itu datang membawa senjata garang
Mereka biarkan kami berjalan dengan darah bercucuran
Pundak kami dibekali batu-batu
Kepala kami dibidik senjata garang
Satu per satu mati jika melawan
Ketakutan tumbuh di sawah-sawah
Menggantikan padi, jagung dan tebu
Juga lengking tangis anak-anak kami membentur bara api
Dari rahim para leluhur
Mereka temukan cengkeh, lada,
Dan bermacam aneka rempah.
Mereka angkut sebagai hadiah.
Kami terus berupaya menemukan pembebasan
Meski musuh paling purba adalah rasa takut
(Serang, Februari 2023)
***
Kerajaan Tikus
Dalam heningnya malam
Raja tikus mengumpulkan kabinet solidnya
Mereka menggelar rapat di sudut dapur yang pengap
Sepertinya rapat gelap dan cepat
Raja tikus ketar-ketir ketakutan
Karena sebentar lagi akan ada pembantaian
Kucing-kucing garang sudah ada di gerbang
Mereka langsung bermusyawarah
Raja tikus berbicara berapi-api di depan kabinetnya,
“Kita adalah tikus yang bermartabat, berbangsa dan
bernegara. Kita tidak boleh tertangkap!”
Tikus pesek angkat bicara,
“Kalau begitu kita sembunyi saja di balik baskom”.
“Bagaimana kalau kita sogok saja dengan ikan
pindang?” ujar si tikus gendut.
“Dasar goblok! Kalian pikir mereka kucing kampung”,
raja tikus kembali bersuara dengan mata menyala.
Sebagai tikus bermartabat
Berbangsa dan juga bernegara
Akhirnya mereka sepakat
“TIDAK MENYOGOK KUCING DENGAN PINDANG. TAPI DENGAN UANG!”
(Serang, Februari 2023)
***
Menuju Titik Hampa
Di pesisir pantai ini
Kita berdiri mematung
Melihat dua bayang-bayang tubuh kata sendiri
Sadyakala menari-nari pada permukaan ombak
Lalu menghilang ditelan malam yang gelap
Karena tidak ada yang benar-benar abadi
Semua keindahan akan sampai pada titik perpisahan
Pada suatu titik-titik hampa
Elegi ditulis dengan huruf-huruf tak bernyawa
Duka sebagai tinta dan rindu sebagai pena
Pada suatu titik-titik hampa
Kita kenang kembali asmaraloka yang riuh,
bergelombang, pasang dan menakutkan.
Dan kita takut untuk kembali berpetualang.
Bukankah kehidupan adalah tragedi panjang?
Apalagi di negara kita, para penguasa berjalan seperti siput
dan tidak peduli apa yang terjadi di luar istananya.
Selalu ada kesedihan pada setiap tawa yang pecah.
Duka dan suka selalu jalan berdampingan,
begitu pun pertemuan dan perpisahan.
Kini, kita bertemu untuk berpisah.
Saling melangkah menuju titik hampa.
(Pandeglang, Februari 2023)