SAJAK UNTUK CALON PERANTAU
–Fauz Makariim
1
Selembar sajak putih yang menuliskan namamu
perlahan kau lipat dan menetas jadi perahu kertas
hanyut seperti angsa kecil dilepaskan induknya
renangi mimpi titisan anak-anak langit yang mengapung
barangkali sangkar bandung kini terlalu mendung
tak sudi mengeramimu terlalu lama hingga kian melankolis
hanya berbekal sepiring nasi pulen sekadar cemilan,
untuk nanti akan kaugarami dari aroma sepanjang terik
dan sebuah galangan kapal telah menunggu
2
selembar sajak putih yang menuliskan namamu
berharap kaubaca ulang di atas geladak sebagai geliat ombak,
bisik sayap angin, kerlip suar atau takluknya rasi bintang
lalu kau akan percaya; beda antara pesiar dan keberangkatan
di palung matamu lama tersimpan debur
terjangkar dan tak mampu dikaramkan sepasang binokuler
hingga diam ialah jalur pelayaran ke rumah teluk paling jauh
karena tiada satu pun samudera sanggup tenggelamkan
buritanmu kecuali kepada lautan wudhu
***
DUNIA, SEKEPING BISKUIT
Hutan-hutan adalah taburan garing
parutan keju gosong di atas keping biskuit
yang telanjur matang dan remuk
kemudian kita kunyah sebagai bekal vakansi
bersukaria di atas tikar pandan—memandang
pantulan cahaya-cahaya pada stoples kaca,
dari kilatan tamasya yang semakin lahap
merobek kantung celana, kantung mata
dan sekerat manisan marun paling caruk
milyaran pasang mulut dan jurang perut
bersaing menjadi mesin penggilingan
tak kenal musim panen segala yang tampak,
ranum dan batu, selalu membayar
mahal tiket masuk swarga yang repih
sebab tak tersisa sungai susu atau madu
yang mengalir deras di bawahnya, mengarus-
gerus damai dari perawan juga legit senyum ibu
barangkali kita sungguh mahir bersembunyi
di balik serpihan mata cinta yang tembaga
lalu rabun selaputi repihan sajak-sajak senyap
terlelap mengerak pada latar jerigen minyak
di antara licinan iklan pencahar hari raya
apa yang mampu kita sumpal lebih dari lengkingan
panjang leher ceret demi seduhan teh melati;
teman hidangan keping-keping biskuit pahit
dan hangus kudapan semesta kita yang rawan?
***
PENDULUM
(i)
Genta berselimutkan malam
makin buta oleh ruangan fana
tentang denting di cangkir kopi
sepenuh gula dari legenda
yang mudah datang dan berlalu
larut menjadi ayunan
(ii)
waktu tertinggal pada detak
pendulum seperti lentingan kata
demi kata menemukan sajak
yang tak ingin pungkas
sebab ketenangan ciuman api
juga dingin bukan miliknya
***
Image by istockphoto.com