Januari

Malam pecah
Kembang api menyala
Dalam kotak televisi
Kau sambut Januari
Dalam hatimu guci
Bagi air mata doa

“Semoga esok memperlakukan mata
Dengan ramah, dengan penuh akidah”

Tapi Januari tidak menjanjikan apa-apa, sayang
Ia duduk di sofa bersamamu
Jadikan dirinya telinga
Untukmu membuang feses masa lalu
Yang tak sempat lenyap di toilet ingatan
Karena sembelit,
karena rindu yang mati,
Lalu hidup lagi,
Seperti zombie

“Karena aku bukanlah tuhan,” ucapnya
Lanskap tandus di bawah matamu
Hanya bisa disembuhkan dirimu
Dan waktu tak punya kuasa
Men-delete kenangan yang gentayangan
Di local disk kepalamu

Sumenep, 2024

***

Nanah Sosial

Hidup ini barangkali bukan milik kita
Sejak kita gadaikan senyum,
Ekspresi, gerak tangan, dan tubuh
Kepada mata para tetangga
Yang di dalamnya sebuah epitaf
Tersedia untuk ditancapkan
Di atas makam kita kelak

Telah lama kita jadi robot
Dengan remote control
Berupa desisan mulut manusia
Yang berbisa
Yang angkara

Bagi kita,
Esok hari adalah milik mereka
Kemarin bukan milik siapa-siapa

Sumenep, 2024

***

Karma

(Janji Seribu Bulan-Skialingga)

Entah murka ataupun cinta
Manuskrip yang kita tinggalkan
Dalam folder hard disk sejarah
Akan selalu dibaca berulang kali
Oleh para dewa dan Sang Hyang Widi,
Hingga kita telanjang
Hingga tiada satu pun tersisa
Untuk disembunyikan

Entah murka ataupun cinta
Kenangan bertumpuk-
_________-Beberapa mungkin telah kita lupakan
_________Dan tersesak di trash bin ingatan
Akan jadi cikal bagi kemungkinan
Yang bakal tiba
Dari remang masa depan

Sumenep, 2024

***

Rayuan Indonesia

(1)
Laut mengalir bagai hamparan safir,
Mentari cerlang cahayanya menetes di dahi musim,
Dan nyanyian burung,
Serta tarian rerumputan,
Semua ingin berbicara padaku

(2)
Selalu ada yang makin rona
Setelah membacamu Indonesia;
Semburat cinta semerah daging buah semangka
Terus memaksa rindu nyala.
Angin bersiul
Antara jemari daun nyiur
Tak lagi jadi isyarat perpisahan
Sebab telah tercuri hatiku
Oleh keramahan zamrud khatulistiwa.
Dan lengkung pantai bagai senyum seorang juwita,
Anak nelayan berlarian,
Gugus awan bagai semarak cerah bulu angsa,
Betapa semua ingin terus berbicara padaku
Aku ingin berbicara padamu.

Sumenep, 2023

***

Rehat

Sebuah gubuk kecil dalam tubuh
selalu menculikku saat waktu
Jelma kota sesak.

Saat itu, ia selalu datang
dengan sebuah headset,
menempelkannya di telinga,
Mencuri setiap suara
Membiarkan nyanyiannya
Sebagai satu-satunya di sana.

Lalu sunyi memeluk sekujur lapis epidermis,
Kurasakan syahdu waktu serupa lullaby
Membawaku pergi dari segala fana
_________Melepasku dari bangkai luka
_________Yang terus berulang dalam siklus samsara
Hingga moksa

Pamekasan, 2023

*) Image by istockphoto.com

Dukung Kurungbuka.com untuk terus menayangkan karya-karya terbaik penulis di Indonesia dan berita-berita yang menarik lainnya. >>> KLIK DI SINI <<<