image by: istockphoto.com

aku melihat cermin
aku melihat diri yang lain

tubuh itu begitu rapuh dan aku melihat
seperti daun-daun yang jatuh.
usia telah membuatnya berbeda.
rambut memutih yang letih menghitung waktu
dan mata yang padam
agaknya mulai bosan meniti putaran jam.

terasa ada yang lebih tua di cermin itu.
terasa ada yang lebih dosa di cermin itu.

sudah lama aku menolaknya
menjadi sisi lain dari diriku.
sejak kapan ia seperti pengembara
dengan muka yang lusuh
dan di punggungnya benda-benda tak berguna?

sudah lama aku menolaknya,
tetapi di semesta ini apa yang sia-sia?
mestinya aku tak perlu ragu
bukankah usia manusia tak akan pernah bisa
lebih tua dari waktu?

(d.)

***

selamat jalan, masa depan!

selamat jalan, masa depan.
aku ingin berburu masa lalu,
di rimba raya masa lalu.

mungkin bernama masa kecil,
masa di mana hujan
tak membuat tubuh menggigil.

mungkin bernama rahim ibu,
atau bahkan jauh sebelum itu.

segalanya akan berjalan
ke belakang,
ke arah
masa silam.

di sana aku akan
mengatur pola ketenangan
dan sesekali kembali mengatakan,

selamat jalan, masa depan,
masa di mana kepalaku
dihantam kecemasan,
dan dilumat habis berbagai
macam persoalan.

(d.)

***

senandika pengembara

di mana aku tidur,
di mana aku terjaga,
pikiranku adalah pengembara
yang gagal menemukan
mana letak tujuannya.

di mana aku jatuh,
di mana aku bangkit,
segala yang kukira utuh
ternyata hanya keping
yang tak menemukan
kepingan-kepingan lain.

(d.)

***

jika nanti sama-sama tua

jika nanti sama-sama tua, kekasih,
mari kita tanggung bersama
segala pedih: merindukan masa kanak,
merindukan anak-anak, merasakan
tulang yang mulai susah digerakkan,
kepikunan yang kerap mengisi kepala,
kecemasan yang senantiasa
mendiami dada.

jika nanti sama-sama tua, kekasih,
kita tidak perlu menertawakan
rambut yang memutih,
mata sedih seperti menatap maut,
wajah pasrah dan tampak kusut,
atau satu dua kecerobohan kita
dalam bekerja.

jika nanti tua, jangan sesali
bahuku yang tidak lagi sekokoh dahulu.
ia kini gagal menyelesaikan
pekerjaan paling kusuka:
membiarkan kepalamu
bersandar lama-lama di sana.

jika sama-sama tua dan lupa
bagaimana cara
merayakan sisa-sisa usia,
kita mungkin hanya perlu
menunggu kembali ke muasal,
ke arah makin kekal
tanpa membikin sesuatu
yang kita namai sebagai sesal.

(d.)

***

masih mungkinkah?

masih mungkinkah
aku jadi bahasa,
yang kau berdebar
ketika mengejanya?

masih mungkinkah
aku jadi keheningan,
yang kerap kau cari
di tengah bising abad ini?

(d.)