Di suatu malam yang indah, terlihat gadis cantik sedang merapikan buku pelajarannya. Dia Loli. Dia sedang bingung karena besok, di sekolahnya, akan dilaksanakan pembagian rapot dan orang tualah yang harus mengambilnya. Dia tahu kedua orang tuanya sangat sibuk. Bahkan, hanya untuk meluangkan waktu bagi dirinya saja sangat sulit. Berkomunikasi dengan dirinya pun sangat jarang mereka lakukan.
“Aku harus memberanikan diri buat bilang ke Papa dan Mama,” ucap Loli kepada dirinya. Loli pun keluar dari kamarnya untuk menemui papa dan mamanya.
“ Maaf, Pa, Ma, kalau Loli mengganggu,” kata Loli.
“Ya sudah buruan mau ngomong apa? Papa dan Mama lagi sibuk nih,” timpal papanya.
“Sebenarnya Loli mau bilang kalau besok ada pembagian rapot di sekolah, Bisakah Papa atau Mama mengambilnya? Aku iri dengan teman-temanku. Setiap tahun rapot mereka selalu diambilkan oleh orang tuanya, sedangkan aku selalu saja Bi Erma yang melakukannya,” Loli memohon.
“Tapi Mama dan Papa memang tidak bisa, Loli. Kami sibuk. Sudah, biar nanti Mama yang suruh Bi Erma mengambil rapotmu,” kata mamanya.
“Papa sama Mama tidak pernah mau meluangkan waktu untuk Loli. Papa sama Mama selalu saja sibuk dengan pekerjaan masing-masing.” Loli kesal. Dia pun pergi menuju kamarnya dan menulis di buku diary kecil berwarna merah miliknya. Dia menangis, merasa sedih karena mama dan papanya tidak mengerti perasaannya.
“Kenapa sih Papa dan Mama nggak bisa sekali aja luangin waktu untuk Loli,” gerutu gadis itu.
Kak, aku merasa lelah dengan duniaku sekarang. Setelah kau meninggalanku, tidak ada lagi yang melindungiku. Aku ingin kau kembali, tulis Loli sambil mengusap air matanya.
Dulu Loli mempunyai seorang kakak yang selalu menemaninya. Namun, sekarang kakaknya itu sudah tiada karena penyakit yang dideritanya. Loli pun tertidur setelah menuangkan seluruh perasaannya pada diary miliknya. Matanya terlihat sembab.
Keesokan paginya Loli berangkat sekolah seperti biasa. Hanya, kali ini dia enggan sarapan meski Bi Erma memaksanya.
“Aku masih kenyang, Bi. Oh iya, nanti Bi Erma yang akan mengambil rapotku lagi?”
“Iya, Non. Tadi malam mama Non Loli nyuruh Bi Erma buat ngambil rapot, Non Loli.”
“Ya sudah kalau begitu Loli pergi dulu yah!” Loli pamit setelah mencium tangan Bi Erma.
“Iya, Non, hati-hati!” kata Bi Erma.
Bi Erma sebenarnya sedih melihat Loli. Bi Erma sangat tahu kalau Loli sebenarnya ingin sekali rapotnya diambilkan oleh orang tuanya, tetapi Bi Erma juga tahu kalau kedua orang tua Loli sangat sibuk.
Begitu sampai di sekolahnya, Loli melihat teman-temannya berseri-seri karena orang tua mereka akan datang mengambil rapotnya. Inilah saat yang ditunggu-tunggu para orang tua, acara pembagian rapot pun dimulai. Namun, Loli masih saja terlihat murung. Dia masih mengingat kejadian tadi malam.
“Langsung saja, saya akan menyebutkan tiga besar terlebih dahulu,” ujar Bu Syifa, wali kelas Loli. “Peringkat ketiga diraih oleh Alifatun Nazwa. Peringkat ketiga diraih oleh Tazkiyatun Nisa. Peringkat pertama diraih oleh Lolita Monika Putri.”
Semua orang yang hadir berdiri dan bertepuk tangan. Terlihat Bi Erma sedikit mengeluarkan air matanya karena bangga pada anak majikannya itu. Namun, Loli masih saja duduk diam di tempatnya.
“Panggilan untuk Lolita Monika Putri, ayo maju ke depan!” kata Bu Syifa.
“Non, Non Loli dipanggil tuh! Non Loli kok murung aja. Bibi tahu kok Non Loli sedih, tapi Non Loli hebat bisa meraih peringkat pertama. Ayo, Non Loli maju dulu,” hibur Bi Erma.
Loli tersenyum kepada Bi Erma. Walaupun Bi Erma hanya pembantunya, Loli merasa dia sudah seperti keluarganya sendiri. Kemudian Loli langsung bediri dan maju ke depan.
Malamnya Loli tidak sabar menyampaikan kabar gembira yang didapatnya hari ini kepada papa dan mamanya begitu mereka pulang.
“Pa, Ma, aku mau kasih tau nih,” kata Loli dengan wajah berseri-seri.
“Sudah, jangan ganggu kami dulu. Kami sedang lelah,” timpal papanya.
Mendengar kata-kata papanya tadi, Loli pun langsung pergi dan menangis. Namun, saat ia hendak menaiki anak tangga, Loli melihat sesuatu yang berkilat-kilat dari dalam gudang rumahnya. Karena penasaran, Loli pun memasuki gudang itu. Ini pertama kalinya Loli memasuki gudang itu. Tak disangka di sana dia menemukan sebuah lukisan yang sangat bagus dan mengkilat. Ketika Loli ingin menyentuhnya, dia merasa ditarik oleh lukisan itu.
“Hah? Di mana aku? Bukankah ini suasana dalam lukisan tadi? Kenapa aku ada di sini?” kata Loli, heran.
Ternyata Loli ditarik oleh lukisan itu. Dia kini berada dalam lukisan itu. Lukisan bernuansa pegunungan yang terdapat beberapa warga di dalamnya.
“Bagaimana caranya aku bisa keluar dari lukisan ini? ” kata Loli.
“Kamu bisa keluar dari sini jika tahu manteranya,” kata seseorang dalam lukisan itu.
Ternyata yang ada dalam lukisan itu semuanya bisa hidup, seperti nyata.
“Kok kamu bisa bicara?” kata Loli.
“Semua yang berada di sini bisa hidup, Nak. Jika ingin keluar dari sini, kamu carilah manteranya,” kata salah seorang penduduk dalam lukisan itu.
Loli berpikir sejenak. Di dalam lukisan itu dia merasa senang karena oang-orang di dalamnya menerimanya dengan baik. Loli rasanya tidak ingin keluar dari lukisan itu karena jika keluar dia akan merasa kesepian lagi.
Sudah dua hari Loli berada dalam lukisan itu. Papa dam mamanya mencarinya, tetapi tidak kunjung menemukannya.
“Loli, kamu di mana, Nak! Kami minta maaf selama ini tidak pernah meluangkan waktu untukmu,” kata mamanya sambil menangis.
“Iya, Nak, kami minta maaf,” kata papanya.
Namun, Loli tetap lebih memilih untuk berada di dalam lukisan itu karena dia merasa disayangi oleh orang-orang di dalam lukisan itu.[]