KURUNGBUKA.com – (22/02/2024) Yang menuju kota, yang bergerak membentuk masa depan. Sidney Sheldon datang ke New York. Ia yang memiliki beragam masalah tapi ingin membuat perubahan, setidaknya keajaiban kecil. Di kota, ia terpukau dan tidak ingin menyia-nyiakan.

Yang terkenang: “Kuhabiskan siang dan sore pertamaku dengan menjelajahi New York. Tempat itu memang ajaib, kota sibuk yang membuat Chicago terasa udik dan membosankan.” Ia yang membandingkan kota-kota, sebelum membandingkan nasib yang sedang dirintis.

Katanya tentang New York: “Segalanya lebih besar – bangunan-bangunannya, teras-terasnya, jalan-jalannya, rambu-rambunya, lalu lintasnya, kerumunannya.” Besar ikut jadi ukuran agar kelak ia menjadi “besar” setelah kutukan-kutukan dalam hidup masa lalu. Tak lupa ia mencantumkan New York itu karierku. Ia yang bekerja di bioskop. Sosok yang akhirnya tenar sebagai penulis skenario film, selain novel. Ia telah menginginkannya dan menjadi besar. Ia seperti New York: besar.

Yang semula dipikirkan adalah gaji saat bekerja di bioskop. Gaji agar hidup bisa bertahan. Namun, kelanjutannya adalah kemampuannya menuliskan cerita-cerita, yang ikut membentuk selera publik. Kita cukup mengerti pilihannya atas kota besar. Kita menemukan pijakannya di bioskop untuk kematangan sebagai penulis.

Ia dibentuk film-film: “Di gedung bioskop, aku suka menonton film-film bagus… Aku menonton The Great Ziegfeld, San Francisco, My Man Godfrey, dan Shall We Dance… Mereka membawaku ke dunia lain, dunia glamor dan penuh kebahagiaan, keanggunan dan kemakmura.” Ia pun memilikinya, tak terbantah oleh dunia.

(Sidney Sheldon, 2007, The Other Side of Me, Gramedia Pustaka Utama)

Dukung Kurungbuka.com untuk terus menayangkan karya-karya terbaik penulis di Indonesia. Khusus di kolom ini, dukunganmu sepenuhnya akan diberikan kepada penulisnya. >>> KLIK DI SINI <<<