KURUNGBUKA.com – (26/01/2024) Pembaca memiliki pengalaman-pengalaman membaca cerita pendek dan novel tak terlalu direpotkan tanda baca. Pembaca yang mungkin tidak terlalu menuntut agar tanda baca menjadi perhatian terpenting. Namun, perbedaan kesan-kesan dirasakan saat membaca puisi.
Teks jenis itu terduga sangat dipengaruhi tanda baca dalam pembuatan dampak dan tampak mata. Yang membaca tidak seharusnya membedakan secara ketat dalam menghadapi tanda baca dalam cerita pendek, novel, dan puisi.
Kesan-kesan mungkin bisa dibandingkan bobot pengaruh. Kita bisa mengetahuinya setelah mengandaikan para penulis dalam menggunakan tanda baca. “Tidak banyak yang akan dikatakan tentang titik kecuali bahwa kebanyakan penulis tidak segera mencapai titik,” keterangan William Zinsser. Yang dibahas adalah tanda baca, tidak hanya titik. Namun, titik memang sering digunakan penulis.
Selanjutnya, saran sederhana: “Jika merasa terpaksa terperosok dalam kalimat panjang, itu mungkin karena berusaha menjadikan kalimat itu bekerja lebih banyak ketimbang yang sewajarnya––mungkin mengungkapkan dua pemikiran berbeda.”
Yang dianjurkan adalah memecah kalimat panjang. Pekerjaan memecah kalimat tidak mudah. Penulis kadang memiliki pemikiran dan argumentasi, yang membuat kalimat panjang dianggap istimewa dan utuh. Di novel, titik ikut menentukan “pertarungan” penulis dan pembaca.
Di Eropa dan Amerika Latin, pengarang-pengarang besar kadang menggunakan ratusan kalimat dan satu titik dalam menghasilkan satu kalimat terpanjang. Kita yang membaca kelelahan tapi menyadari kehendak dan perwujudan penulis. Di tatapan mata, kalimat itu memang pesta koma. Titik yang satu tapi sangat menentukan.
(William Zinsser, 2015. On Writing Well, Kiblat)
Dukung Kurungbuka.com untuk terus menayangkan karya-karya terbaik penulis di Indonesia. Khusus di kolom ini, dukunganmu sepenuhnya akan diberikan kepada penulisnya. >>> KLIK DI SINI <<<