KURUNGBUKA.com – (24/04/2024) Yang dikeluhkan orang agar bisa menulis cerita memikat: paragraf. Ia mungkin sudah bersombong bisa membuat judul. Namun, masalah terbesar yang dihadapinya adalah paragraf. Bila kita melihat cerita itu dicetak ada dari atas ke bawah: judul, nama pengarang, dan paragraf pertama. Dua hal mudah diselesaikan.

Paragraf? Beberapa orang sering asal-asalan dalam mengawali cerita. Artinya, paragraf yang dipasang tergesa menuruti nafsu bercerita. Ada yang memikirkan paragraf pertama sampai seribu jam untuk gagal.

“Paragraf pertama bisa diibaratkan sebagai pintu depan sebuah toko,” tulis Mohammad Diponegoro. Kita percaya saja. Mohammad Diponegoro menulis banyak cerita. Ia tidak akan membohongi kita saat mementingkan paragraf pertama. Penjelasan: “Bayangkan saja anda masuk sebuah toko. Ketika tiba di depan pintunya, anda seketika sudah tahu, apakah anda ingin masuk atau tidak. Pemilik toko yang pintar akan membuat etalase yang menggiurkan, sehingga lebih banyak orang kepingin masuk.” Membaca cerita seperti masuk toko, yang ditentukan paragraf pertama atau pintu depan. Kita mengerti tanpa menyangkal.

Jadi, paragraf pertama tidak harus dihasilkan penyihir. Paragraf itu tidak wajib ditulis setelah membuka mata semalaman meminta “wangsit” dari langit. Paragraf yang “sesungguhnya” diinginkan, bukan paragraf yang penuh kosmetik tapu buruk. Di paragraf, orang memutuskan kalimat yang dihasilkan setelah pilih-pilih kata.

Yang dibutuhkan adalah pengerahan kekuatan dan “keberuntungan”. Kita mengartikan “keberuntungan” adalah kejutan setelah lelah main kata-kata dan bongkar pasang kalimat dalam paragraf. Akhirnya, pintu depan berhak dibuka pembaca.

(Mohammad Diponegoro, 1985, Yuk, Nulis Cerpen Yuk, Shalahuddin Press)

Dukung Kurungbuka.com untuk terus menayangkan karya-karya terbaik penulis di Indonesia. Khusus di kolom ini, dukunganmu sepenuhnya akan diberikan kepada penulisnya. >>> KLIK DI SINI <<<