KURUNGBUKA.com – (11/01/2024) Novel terpenting muncul bukan di awal. The Da Vinci Code terbit setelah novel-novel yang ditulis Dan Brown tidak laris. Ia belum berputus asa. Kepercayaan tertinggi masih penulisan novel.

“Sejak awal, Brown memandang The Da Vinci Code sebagai cara untuk mendidik pembaca mengenai intrik dan sejarah…” tulis Lisa Rogak. Novel yang ditulis dengan kematangan referensi, cermat dalam kalimat, dan pertaruhan hidup. Dan Brown tetap ingin dikenal sebagai penulis novel.

Novel berhasil dirampungkan dan terbit. Pada tahun 2003, novel itu menjawab keyakinan Dan Brown dalam gairahnya bercerita. Ia tinggal menunggu nasib: novel itu laku atau terabaikan. Di toko buku, novel berjudul The Da Vinci Code laris. Delapan tahun kesungguhan menulis novel-novel diganjar laris.

Di Amerika Serikat, puluhan ribu orang memegang atau memangku The Da Vinci Code. Di atas meja, novel itu terbuka. Orang-orang kaget. Mereka tidak bisa diam. Omongan-omongan bermunculan dari novel. Para pembaca seperti mendapat cerita terpilih diturunkan dari langit.

Dan Brown sudah mengerti beragam siasat penulisan cerita. Ia berani membuang puluhan atau ratusan kalimat demi martabat kalimat pilihan. Novel yang ratusan halaman, mula-mula ribuan halaman. Dan Brown yang tidak ingin memberikan semuanya dan menyiksa pembacanya dengan ribuan halaman.

The Da Vinci Code itu ramuan paling mujarab. Akibatnya, Dan Brown bergelimang uang. Lisa Gorak menulis: “Dia menjadi penulis laris di Amerika Serikat. Dan Brown baru saja berubah menjadi waralaba.”

(Lisa Rogak, 2006, Dan Brown: a Biography, Bentang)

Dukung Kurungbuka.com untuk terus menayangkan karya-karya terbaik penulis di Indonesia. Khusus di kolom ini, dukunganmu sepenuhnya akan diberikan kepada penulisnya. >>> KLIK DI SINI <<<