Pagi itu, halaman belakang rumah Dr. Firman Hadiansyah, M.Hum, Ketua Forum Taman Bacaan Masyarakat (FTBM) Pusat dan Presiden Motor Literasi (Moli), semakin terlihat semarak dengan ribuan buku yang dijejerkan pada beberapa rak buku. Ada tiga relawan Moli yang tengah membereskannya. Tempat ini semakin terasa sejuk karena dikelilingi rindangnya pohon mangga dan beraneka tanaman lainnya di depan sekretariat Moli saat itu.

Belakangan, pria yang biasa dikenal dengan nama pena Firman Venayaksa itu merelakan koleksi buku pribadinya untuk bisa diakses oleh para relawan Moli serta masyarakat umum. Hal ini dilakukan sebagai salah bentuk pengabdian dan keteguhannya terhadap dunia literasi yang akhirnya membawanya pada sebuah penghargaan bergengsi, IKAPI Award Literacy Promoter of The Year yang akan diserahkan pada acara pembukaan Indonesia International Book Fair (IIBF) 2019. Hari Rabu, 4 September 2019 di Hall A Jakarta Convention Center.

Untuk penghargaan itu, sebenarnya Firman tidak pernah membayangkannya. Sebab, yang ia tahu hanyalah bergerak memajukan kegiatan membaca dan menulis masyarakat khususnya di Banten dan umumnya di Indonesia. Ya, Firman memang seperti dilahirkan untuk bergerak. Sebab sampai saat ini, dirinya selalu aktif ikut kegiatan-kegiatan sebagai pembicara maupun relawan di setiap daerah di Indonesia. Sehingga banyak waktu-waktu berkumpul dengan istri dan ketiga anaknya berkurang. Namun, keluarganya memaklumi dan selalu memberi dorongan untuknya tetap bergerak.

Penghargaan itu pun adalah salah satu hasil dari proses panjangnya sejak terjun ke dunia literasi. Dimulai Semasa kuliah, ia bergabung di Arena Studi dan Apresiasi Sastra (ASAS). Setelah kuliah selama 4 tahun, akhirnya ia mendapatkan gelar S.Pd dari Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung.

Tulisannya berupa artikel, cerpen, dan puisi tersebar di beberapa media seperti Galamedia, Pikiran Rakyat, Annida, Sabili, dan lain-lain. Namun ia lebih menyukai media cyber saat itu (www.cybersastra.net) untuk memublikasikan karya-karyanya, terbukti dengan lebih dari 100 tulisannya terpampang di media tersebut. Puisinya pernah dibukukan dalam antologi bersama “Ini Sirkus Senyum…” (Bumi manusia: Yogyakarta, 2002), sedangkan cerpen pendeknya dibukukan dalam “Grafitti Imaji” (Yayasan Multimedia Sastra: Jakarta, 2002). Menerbitkan novel perdananya “Sayap-Sayap Ababil” dan Kumpulan Cerpen “Tingbating” (Gong Publishing, 2012).

Selain menulis, Firman juga pernah menjadi instruktur “Bengkel Sastra” di SMU Pasundan 8 Bandung, pembina Qasidah Al-Hidayah, Pembina “Buletin Kampus 167”, Presiden Rumah Dunia, dan sesekali menggarap dramatisasi puisi, teater, dan performance art bersama para siswanya. Pada tahun 2002, menjadi juara I pembacaan puisi Piala Rendra tingkat nasional. Selanjutnya Ia bergabung di komunitas musikalisasi puisi Hajar Aswad sebagai pencipta lagu, vokalis sekaligus gitaris. Pernah bermain di beberapa event seperti Debat Mahasiswa di TVRI Jakarta, Sari Ayu Ambassador, Bandung Music Day, Pasar Seni ITB, Pentas bersama Cak Nun dan Kyai Kanjeng di STT Telkom, bersama Sawung Jabo dan lain-lain.

Ia menyelesaikan studinya di program magister Program Studi Ilmu Susastra. Program Pascasarjana Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia dan Program Doktor di Unpad.

Firman berfoto bersama Presiden Republik Indonesia, Bapak Ir. Joko Widodo saat diundang ke Istana Negara bersama pegiat literasi se-nusantara (doc.pribadi).

“Pertama, tidak terpikir saaya akan mendapatkan penghargaan itu, bahkan saya meminta ke panitia untuk crosscheck nama saya karena penghargaan itu cukup prestisius. Kedua, bicara layak dan tidak saya mendapatkannya mungkin relatif saya kira. Ini bagian dari bonus bagi pegiat literasi,” kata Firman yang juga merupakan akademisi Untirta ini.

Memang, penghargaan itu bukan tujuan utama Firman. “Tapi ya, dapat penghargaan itu jadi motivasi, buat saya secara pribadi dan buat relawan literasi, bahwa yang dilakukan selama ini ternyata diapresiasi banyak pihak,” kata lelaki kelahiran 2 September ini kepada Kurungbuka, Rabu (28/8/2019).

“Saya cenderung multitasking sejak kecil. Artinya bisa melakukan banyak pekerjaan dalam satu waktu. Mungkin gift atau pemberian sejak kecil karena saya suka kesenian dan organisasi. Dalam satu waktu sering saya lakukan sesuatu yang berbeda termasuk sekarang. Jadi relawan jalan, nulis jalan, ngajar jalan. Makanya sampai saat ini saya masih dan akan terus bergerak,” kata lelaki berkacamata yang saat ini juga merupakan Penyuluh Anti Korupsi KPK. Ia juga bagian dari penasihat dan Dewan Redaksi di Kurungbuka ini.

Firman bersyukur dengan segala pencapaian yang diraihnya berkat kemampuan yang dimilikinya, yang menurutnya berawal dari kegemarannya membaca majalah Bobo dan Wiro Sableng. “Waktu kecil yang support Ibu, Bapak justru melarang baca. Kata Bapak saya, ngapain baca-baca buku kayak gitu. Namun, momentum baca buku secara tidak sengaja sejak saya SMA,” katanya.

Firman menambahkan, perjumpaannya dengan buku memang tanpa rencananya. Oleh karena rumahnya jauh dari Warung Gunung menuju sekolahnya di SMAN 1 Rangkasbitung, maka ia pun banyak singgah di Perpusataan Multatuli (Perpustaan Saijah Adinda-red) yang didirikan Uwes Qorni.

“Waktu SMA saya ikut tujuh sampai delapan organisasi. Kegiatan organisasi ini adanya sore dan ada waktu istirahat dua sampai tiga jam. Kalau pulang kejauhan, maka saya menghabiskannya di perpustakaan. Akhirnya, interaksi dengan buku tidak saya sangka yang pada akhirnya hampir setiap hari saya ke sana. Di situ awal pergumulan saya dengan buku. Saya kenal buku Multatuli juga di situ,”

Ada satu hal pula, yang menurut Firman mampu mengubah jalan hidupnya yaitu ketika pulang kembali ke Banten setelah sekian lama menimba ilmu dan pengalaman di Bandung. Saat itu, Firman sempat kebingungan karena melihat kampung halamannya sepi, ia mengibaratkan pada saat itu dirinya seperti dalam sajak ‘Seonggok Jagung’ milik Rendra.

“Awalnya, saat pulang ke Banten dulu, saya sempat baca puisi di UIN Banten dan disanalah awal perjumpaan dengan Gol A Gong. Maka sejak saat itulah saya bergabung di Rumah Dunia dan bergairah lagi dalam berkegiatan,” tuturnya.

Waktu beranjak siang, obrolan semakin seru, tetapi sayangnya Firman harus kembali bergerak dan berkegiatan. Kami mengakhiri obrolan dan berjanji akan ngopi bareng keesokan harinya.(Lamri)