Kamu kembali meraung. Di depan pusara ayahmu yang baru saja dikebumikan, kamu mencoba sekuat tenaga melepas tangan-tangan yang mengekang tubuhmu.
Sudah begitu putus asanya kamu hari itu. Suaramu pun bahkan rasanya sudah habis hanya sekadar untuk mengeluarkan suara tangis. Kamu akan kehilangan arah dari sejak hari itu. Rasanya, sudah tak ada lagi tumpuan yang kamu miliki. Karena sejak hari itu, ayahmu lebih memilih pergi. Menemui ibumu yang sudah lama menanti.
Waktu itu, ketika masih pagi sekali, bahkan ketika mentari pagi masih belum mau memunculkan diri, bibi yang sudah lama bekerja di rumahmu, berteriak dengan begitu kencangnya hingga mengagetkan seluruh penghuni rumah.
Lalu saat kamu menghampiri, hari itu kamu mendapati satu kenyataan, bahwa perlahan duniamu sudah terenggut. Setelah kamu melihat, tubuh ayah yang sudah tak bernyawa tergantung dengan tali yang diikat kencang di lehernya.
***
“Sudahkah lebih baik Ratih?” Ucap paman Pras saat kamu baru saja sampai di ruang makan.
“Tentu, Paman. Lagipula sudah sejak tiga bulan kejadian itu berlalu. Aku ingin ayah pergi dengan tenang menemui ibu.”
“Kau benar, aku tidak ingin kau larut terlalu lama karena kepergian ayahmu. Biarkan kakakku tenang di sana. Ayahmu sudah bahagia karena bertemu ibumu lagi.”
“Aku tidak sendirian, kan? Ada bibi dan Tamara. Lalu ada paman juga, benar, kan? Maaf memotong perkataan Paman,” ucapmu sambil tersenyum ke arah paman. Kamu merasa tidak enak karena memotong perkataan pamanmu. Tapi jujur saja. Kamu sudah muak mendengar kata-kata itu.
“Benar. Ratih tidak sendirian sekarang.” Paman Pras tersenyum begitu hangat kepadamu, yang kaubalas kembali dengan senyuman terbaikmu.
***
Sejak kembali di hari pemakaman ayah, kamu berjanji bahwa kamu akan berusaha membuat hidupmu bahagia. Tidak akan membiarkan orang lain dengan mudah masuk dan membuat hidupmu menderita. Kemudian di satu hari yang panjang, ketika kamu baru saja pergi bersama tante Lala dan Tamara sepupumu, kaumendengar suara teriakan tante Lala dari dalam rumah yang sudah lebih dulu masuk. Hal itu lantas membuatmu dan Tamara segera menyusul tante Lala.
Seperti deja vu, kamu menemukan tubuh pamanmu sudah tergantung tak bernyawa dengan lehernya yang terikat tali. Mirip seperti kisah kematian ayahmu. Tepat empat bulan setelah kepergian ayah, kini paman Prass harus merasakan hal yang sama, menyusul kepergian ayah dengan cara yang mirip. Bahkan, saat dikuburkan mereka membuat agar jasad paman Prass ditempatkan di sebelah ayahmu, membiarkan kakak beradik itu beristirahat dengan tenang di tempat terakhirnya.
Kali ini, kamu melihat tante Lala dan Tamara sedih begitu larut karena kepergian paman. Persis sepertimu 4 bulan yang lalu. Tapi kamu justru merasa bahagia. Karena pada akhirnya, kamu bisa membalaskan kematian ayahmu dengan cara yang sama.
***
“Ayah! Sudah belikan aku kameranya ayah?” Kamu bertanya dengan antusias saat melihat ayah pulang dari pekerjaanya. Kamu merengek persis seperti layaknya anak kecil agar ayahmu dengan cepat memberikan apa yang kamu mau.
Kamera tersembunyi, dengan satu alat penyadap kecil lainnya adalah permintaan ulang tahunmu kepada ayah. Lalu ayah dengan segera memberikan apa yang kamu minta sebelum lebih banyak merengek dengan suaramu yang menyebalkan itu.
“Kenapa tiba-tiba ingin kamera seperti itu? Bukankah kamera biasa lebih bagus?”
“Cik, ayah tidak mengerti. Aku ingin menjadi detektif ayah. Tentu saja harus menggunakan kamera tersembunyi agar tidak diketahui,” ucapmu membalas perkataan ayah dengan ekspresi merajuk.
“Hey, kau pikir ayah tidak tahu? Kau akan menggunakan alat-alat itu untuk mengawasi pacarmu bukan?” Perkataan ayah benar-benar membuatmu semakin merajuk. Memang benar, itu yang kamu lakukan dengan alat tersebut. Tapi tidak usah diperjelas bukan? Yang jelas, alat itu akan kamu gunakan agar tidak ada siapa pun yang berani menyakitinya.
***
Ayah memberimu hadiah itu tepat sehari sebelum ayah ditemukan dengan tubuh tak bernyawa di kamarnya. Kamu merasa beruntung, kamera tersembunyi itu malah kamu simpan lebih dulu di kamar ayahmu. Maka, ketika kamu melihat kejanggalan pada kematian ayahmu, kamu bisa dengan cepat mengetahui siapa di balik itu.
Terekam seseorang datang sembunyi-sembunyi ke kamar ayahmu saat ia sedang tertidur pulas dan mencekik lehernya sampai tubuhnya tak bernyawa. Lalu, agar kematian ayahmu tidak dicurigai sebagai pembunuhan, ia menggantung tubuh ayah yang dengan tali agar terlihat seperti bunuh diri.
Kamu berbohong!
Satu bulan lalu apa yang kamu ucapkan pada paman Prass adalah kebohongan. Nyatanya, kamu tidak pernah mengikhlaskan kematian ayah. Hingga sampai hari ini!
*) Image by istockphoto.com