Siang itu, Rabu 13 Januari 2021, aku sedang asyik mem-packing novel Balada Si Roy yang dipesan pembeli via marketplace Rumah Dunia Store. Tiba-tiba sebuah pesan Whatsapp masuk di ponselku.

“Jod, mau jadi figuran di Film Balada Si Roy nggak?” tanya Kang RG. Kedung Kaban, relawan Rumah Dunia.

Tawaran itu membawa ingatanku ke satu tahun silam. Ketika menjadi figuran di film Yuni (konon tayang akhir tahun 2021 ini). Saat itu, lokasi syutingnya di Rumah Dunia. Aku yang tidak bisa akting, diminta untuk menjadi extras. Aku pun belum tahu akan memerankann apa.

“Ikuti apa yang Asisten Sutradara perintahkan saja!” Kata Kang Igun, panggilan akrabnya.

 Sedikit bercerita, di Rumah Dunia Kang Igun adalah guru kami dalam perfilman. Ia adalah relawan yang konsen di ranah audio-visual. Bahkan, Film pendeknya pernah viral di sosial media. Film Jawara: Di Atas Langit Ada Langit, bisa kalian cari & saksikan di youtube.

Kembali ke soal figuran, di film Yuni waktu itu aku berperan sebagai penonton konser band, aktingnya cuma jalan, lalu duduk menyulut sebatang rokok dan menatap gembira sembari tepuk tangan menyaksikan tokoh Yuni yang sedang bernyanyi. Sudah, cuma itu. Paling-paling kalau misal filmnya tayang, cuma kelihatan punggungnya doang. Hehe…

Setelah aku mengiyakan tawaran untuk menjadi ekstras di film BSR, aku diminta mengirimkan foto gaya tahun 1980-1990 dan video akting bebas.

“Waduh…, pakaianku kebanyakan gaya santri lagi. Ada juga kemeja kaus kekinian,” gerutuku dalam hati.

Tapi aku tetap mencoba berfoto dan membuat video. Aktingnya cuma berdandan, memainkan kumis dan belagak sombong. Karena batas pengiriman foto dan video sampai malam hari, Jadi aku hanya bisa mengirimkan persyaratan dengan sangat apa adanya ke Kang Abdul Faqor, biasa disapa Adoel, bagian talent search film BSR.

Dalam hati sudah pesimis. Mana mungkin aku bisa main di Film BSR ini. Tapi Gusti Allah berbicara lain, siang hari Rabu, 13 Januari, pukul 12.00 WIB aku dihubungi Kang Adoel.

“Kang… Ente keterima nih, jadi figuran di film BSR. Sekarang ke Rangkas, ya. Paling telat jam 15.00 WIB. Karena harus dirapid test dulu. Bawa pakaian gaya tahun 1980-1990, celana bahan sepatu pantofel,” pinta Kang Adoel.

Siang itu, pakpikpuk. Aku dengan cepat menyetrika baju yang menurutku layak untuk dibawa. Lucunya, aku tidak punya celana bahan dan sepatu pantofel. Akhirnya, karena diburu waktu aku ghasab barang milik senior di Rumah Dunia, Kang Hilman Lemri. Celana bahan dan sepatu pantofelnya aku bawa, walau kekecilan.

Ternyata dari Rumah Dunia bukan cuma aku yang diterima jadi figuran film BSR, Kang Arif juga diterima. Ia berteriak kegirangan di dalam kamarnya.

“Jod, hayuk siap-siap berangkat ke Rangkas lu sama gua keterima!”

Akhirnya kami berangkat pada pukul 13.00 WIB. Ranselku sangat penuh, seperti hendaknya naik gunung. Aku membawa banyak pakaian karena belajar dari pengalaman di film Yuni. Ada seseorang yang diterima jadi figuran, tapi ia tak membawa kostum alternatif yang diperintahkan oleh bagian talent. Dengan inisiatif ia beli kostum baru ke pasar. Sampai-sampai, uangnya sebanyak tiga ratus ribu habis. Nahas, semua pakaian yang ia beli tidak ada yang diterima satu pun.  akhirnya ia ngambek, tidak jadi main di film Yuni. Dari situ aku belajar untuk selalu mempersiapkan alternatif.

Di tengah jalan, kami membuat kesalahan. Kami tidak langsung ke lokasi. Padahal Kang Adoel meminta untuk langsung ke lokasi untuk rapid test. Boe, relawan Motor Literasi meminta kami untuk mampir ke TBM Kedai Proses. Aku sontak  kaget, ternyata dia juga diterima jadi figuran. Padahal sebelumnya di persyaratan casting tertera, bahwa badannya tidak boleh gemuk. Dengan postur tubuh bulat dan perut yang penuh, bahkan bokong demplonnya, Boe tetap bisa diterima. Aku membayangkan Boe akan sangat lucu kalau tampil di depan kamera. Hehe. Jangan marah Boe!

Kami tiba di lokasi pukul 15.00 WIB, di lokasi yang dijadikan sebagai set rumah Ani si Dewi Venus, karakter dalam film, tepat di komplek Pemda Rangkas Bitung. Kami diarahkan Kang Adoel untuk rapid test terlebih dahulu. Alhamdulillah, hasilnya negatif semua. Kami pun diantarkan Kang Adoel menuju lokasi syuting. Mataku melirik ke kanan dan ke kiri melihat artis yang ganteng-ganteng juga syantik. Dalam hati ingin sekali melihat Roy dan Ani.

Eh, tahunya di sebelah kanan saya ada Dullah (Bio One) yang sedang membuat video Mobil Hardtopnya yang berwarna merah. Di sebelah kiriku ada Roy (Abidzar) dan Ani (Febby Rastanti) sedang syuting. Di hadapan mereka Joe (anjing Roy) menanti dengan sabar. Aku sangat terkesima melihat mereka berdua, Roy dan Ani. Betapa sangat cocok sekali mereka memerankan tokoh tersebut. Hingga akhirnya kami lama menunggu di pos ronda depan ring 6 bagian wardrobe, sembari melihat proses syuting berlangsung.

Kami diberi tahu bahwa kami akan main di scene 108 adegan antre main catur bersamaan dengan Roy, Ani, dan Bapak Ani (Kiki Narendra). Aku merasakan seperti mimpi yang tidak disengaja, karena bisa melihat artis secara langsung dan bisa main bereng mereka. Di lokasi syuting, aku juga melihat si Madun (Mahardika Yusuf) Si Entong (Fachri Muhammad) & yang lainnya.

Saat menunggu, kami juga melihat syuting adegan hujan. aku baru bisa melihat secara langsung membuat adegan hujan seperti itu. Ribet. Apalagi kalau harus terus diulang. Di luar itu, tantangan membuat film di masa pandemi berat sekali. Semua dijaga ketat oleh satgas agar tidak berkerumun dan jangan sampai ada masker yang melorot, kecuali ketika talent sedang syuting.

Saat melihat adegan hujan, di sebelahku ada bapak-bapak yang memakai baju khas sopir. Kuhampiri ia, lalu kuajak mengobrol. Sayang, aku lupa namanya. Tapi ia orang Bandung. Setelah panjang-lebar, aku baru tahu ia supir pribadinya si Roy. Lalu ia dipilih menjadi figuran di film BSR jadi sopirnya Ani. Luar biasa. Rezeki si Bapak. Di kejauhan, terdengar suara tepuk tangan yang riuh. Scene hujan pun selesai.

Lokasi syutingnya dekat sekali dengan rel kereta. Ketika kereta melintas, adalah bagian paling mengganggu proses syuting. Menunggu kereta lewat adalah rutinitas tak terhindarkan. Tidak terhitung berapa banyak kereta bolak-balik dari Jakarta ke Rangkas. Tapi aku menduga, mungkin ini adalah lokasi syuting yang didambakan oleh Sang Sutradara Fajar Nugros, karena yang aku tahu dia sangat suka kereta api.

Bakda Magrib kami seleksi kostum. Semua kemeja yang aku bawa tidak ada yang terpilih. Cuma celana bahan, dan sepatu pantofel milik Kang Hilmanlah yang terpilih. Yes, pakaian Kang Hilman maen di film BSR. Hehe. Aku harus menahan penderitaan memakai pakaian milik Kang Hilman. Sapatu kecil, celana ngatung, menjadi perjuangan. Lalu pakaian atasnya, dipilihkan kaus berwarna coklat berkerah style jadul oleh wardrobe.

Pakaian syuting sudahku kenakan, lalu masuk ke dalam ruangan di ring 6 bagian make up dan wardrobe. Aku didandani oleh Kang Anto, ia di Film BSR bagian make up. Kami pernah juga bertemu saat project film Yuni setahun silam. Tak disangka, bisa bertemu lagi.

“Kamu udah pernah jadi figuran ya di Film Yuni?” tebaknya.

Aku disulap oleh Kang Anto dengan gaya tahun 1990, mulai dari rambut yang bergelombang disemproti parfum apa itu aku nggak tahu. Juga rambutku diolesi pomade. Di bagian muka, aku ditaburi bedak super wangi. Wah, pokoknya aku naik level jadi figuran di Film BSR karena serius sekali sampai didandani sedemikian rupa.

Lama aku menunggu scene 108 tiba. hingga malam mulai larut. Suara kereta mulai redup. Tinggal nyanyian jangkrik yang saling bersahutan. Pada pukul 23.00 WIB, tibalah giliranku. Walaupun sudah sedikit mengantuk sebenarnya.

“Pokoknya yang bakal keliatan jelas di hadapan kamera itu yang memerankan seorang pemuda agak tua dari Roy. Main catur lawan bapaknya Ani,” Kang Ade Ubaidil memberikan informasi pada kami. Dia juga relawan Rumah Dunia yang ikut terlibat dalam garapan Film BSR sebagai Dialect Coach. Ia yang bertanggung jawab melatih logat para pemain, khususnya bahasa sunda dan jawa Banten.

Asisten Sutradara (Astrada) memerintahkan talent untuk memerankan tokoh tersebut. Mulai dari Bang Arip, ia tak sesuai ekspektasi Astrada, Boe maju memerankan tokoh pemuda tua, sayang, ia tidak mampu mengekspresikan rasa kecewa karena kalah main catur. Akhirnya aku diminta maju. Karena cuma kami bertiga yang jadi ekstras. Alhasil aku terpilih untuk memerankan tokoh tersebut. Aku berhadapan main catur di depan Kiki Narendra di samping kananku ada Feby Rastanty yang sedang say hello pada Roy karena ingin mengajaknya jalan.

Scene 108 itu pun sukses, selesai pada dini hari pukul 00.20 WIB. Kami langsung berswafoto dengan Roy (Abidzar) yang baru saja mengganti kostumnya. Selain Abidzar, karena di depan ring 6 ada artis lain yang sedang duduk santai, akhirnya aku menghampirinya dan mengajak untuk berswafoto. Kami saling berkenalan. Namanya Chaca Marisa dan Deswin Pesik. Senang bisa kenal dan berfoto dengan mereka.

Dini hari itu, membikin perutku  keroncongan. Tapi crew dengan sigap memberi kami nasi goreng. Uh…, mantapnya.

Setelah kenyang, aku pulang ke Serang. Kami sampai di Rumah Dunia pukul 02.00 WIB. Dengan pengalaman melelahkan nan bahagia ini, Semoga Film Balada Si Roy yang disutradarai oleh Fajar Nugros sukses bisa diterima oleh publik. Dan penulisnya, Gol A Gong makin terkenal!