Di Kampung Sukamaju yang ramai penduduknya, ada anak-anak bernama Doni, Vino, dan Rizki. Mereka sering disebut sebagai geng Cecodot. Pada suatu waktu mereka berkumpul di pos ronda, merasa bosan pada permainan yang biasa mereka mainkan.

“Bosan sekali hari ini!” ucap Vino.

“Iya, ya!” timpal Doni.

“Bagaimana supaya kita tidak bosan?” tanya Rizki.

“Kita buat kampung geger!” Vino memberi usul.

“Bagaimana caranya?” tanya Doni.

“Kita berpura-pura menjadi hantu saja!” ucap Rizki.

“Kalo ketahuan gimana? Bisa-bisa kita diusir dari kampung!” ujar Doni.

“Gak bakalan! Paling juga nanti kita dimaafin!” ucap rizki.

“Alah, kalian banyak ngomong. Sudahlah, kita jalankan saja rencana ini!” Vino tak sabar.

“Ya udah, aku setuju!” ucap Rizki.

“Bagimana dengan kamu, Doni?”

“Ya udah, saya setuju,” jawab Doni.

Tak terasa, sore hari pun tiba. Mereka bubar dan pulang ke rumah masing masing.

Malam hari, tepat pada pukul 20:00 mereka berkumpul di pos ronda dan mulai membagi peran.

“Doni sebagai kuntilanak. Aku dan Vino sebagai pocong!” ucap Rizki. “Bagaimana, setuju tidak?”

Doni dan Vino pun menjawab, “Setuju!”

Pukul 21:42 mereka mulai meninggalkan pos ronda, pulang ke rumah masing-masing.

***

Pagi harinya mereka bertiga berangkat sekolah dengan berjalan kaki.

Pada saat pelajaran pertama, Bu Guru mengumumkan bahwa besok libur. Anak-anak pun senang mendengar kabar itu. Setelah itu anak-anak langsung pulang karena Bu Guru akan mengadakan rapat.

Siang berganti sore. Sore berganti malam. Mereka mulai melaksanakan rencananya. Pada pukul 21:00 kampung sudah mulai sepi dan suasana di sana terasa sunyi. Angin bertiup sangat kencang, sampai menusuk kulit. Kegelapan menyelimuti malam.

Di kampung, hanya ada bapak-bapak yang sedang meronda.

“Kebetulan tuh, ada bapak-bapak yang sedang meronda. Gimana kalo kita takut-takuti saja?” usul Rizki.

“Jangan! Nanti kalo ketahuan gimana?” sela Doni.

“Gak bakalan.”

“Sudahlah, kalian jangan banyak bicara. Mending kita laksanakan rencana ini,” desak  Vino.

“Ya sudah, hayu!”

Akhirnya mereka menakut-nakuti bapak-bapak yang sedang meronda.

Pak Dahlan melihat ke arah pohon mangga milik Pak Odi. “Wah, lebat sekali pohon mangga itu.” Kemudian tiba-tiba saja bulu kuduk Pak Dahlan merinding. Saat menoleh ke belakang, “Han-han-han-tu-tu…! Hantu!” Pak Dahlan terkejut sampai ia kencing di celana.

Doni dan kawan-kawan tertawa melihat kejadian itu.

Pak Burhan dan warga lain pun kaget melihat pocong di kebun mangga milik Pak Odi. Pak Burhan dan warga lainnya berlari dan menghampiri rumah Pak RT. Sesampainya di  rumah  Pak RT, warga langsung mengadu.

“Pak RT, kampung kita sudah tidak aman lagi.”

“Tidak aman bagaimana?”

“Kami semua melihat hantu.”

“Hantu? Mana ada hantu! Saya bertahun-tahun menjadi RT belum pernah mendengar berita itu,” ucap Pak RT sambil tertawa.

“Pokoknya kami tidak akan bubar sebelum Pak RT menyelesaikan masalah ini!”

“Baiklah, besok malam saya akan panggil Pak Ustaz. Sudah, kan? Sebaiknya kalian bubar!”

Warga pun bubar dari rumah Pak RT.

Keesokan harinya, ketika sedang bermain, Rizki, Doni, dan Vino mendengar ibu-ibu menggosipkan hantu semalam. Mereka bertiga tertawa mendengarnya.

Malam harinya, seperti biasa, mereka berkumpul di pos ronda untuk mulai melaksanakan rencana berikutnya. Mereka tidak tahu kalau Pak RT dan warga memanggil ustaz.

Tepat pada pukul 22.00, mereka mulai menjalankan rencananya itu. Doni sebagai kuntilanak langsung menaiki pohon mangga. Tak lama kemudian, warga, Pak RT, dan Pak Ustaz datang.

Warga mulai menceritakan kejadian semalam kepada Pak RT dan Pak Ustaz. Doni yang sudah berada di atas pohon itu merasa bulu kuduknya merinding. Ketika ia menoleh ke samping, ia melihat kuntilanak asli. Doni pun menjerit dan jatuh dari pohon mangga. Bugh!

Doni lari mengahampiri teman-temannya yang duduk di semak-semak, lalu ia menceritakan kejadian tadi.

Pak Burhan mendengar suara dari semak-semak. Ia langsung mencari asal suara tadi. Ketika ia tahu bahwa asal suara tadi dari semak-semak, ia langsung membuka semak-semak itu dan melihat sekumpulan hantu yang sedang berunding.

Pak Burhan langsung memanggil warga. Ketika Doni dan kawan-kawannya hendak lari, mereka ditahan oleh salah satu warga. Warga pun langsung mencabut rambut palsu dan mengahapus make up-nya.

“Oh, jadi kalian biang keladinya?” ucap Pak RT.

“Maafkan kami, Pak RT. Kami hanya iseng-iseng saja,” mohon mereka bertiga sambil menangis.

“Baiklah saya maafkan. Kalian juga harus meminta maaf kepada warga.”

Doni dan kawan-kawan pun langsung meminta maaf kepada warga dan berjanji tidak akan mengulanginya, juga tidak akan menjadi anak nakal lagi.[]