Pada hari Jumat, Khoir dan ibunya berbelanja ke pasar terdekat. Ibu Khoir akan membeli sayuran, lauk-pauk, beras, dan keperluan lainnya.

Saat ibu Khoir sedang berbelanja, Khoir melewati beberapa toko. Salah satunya toko baju. Khoir melihat satu baju yang menurutnya bagus terpajang di sana. “Andai aku bisa membeli baju itu,” Khoir membatin.

“Kenapa, Khoir, kok termenung?” tanya ibunya.

“Ah, tidak kenapa-kenapa, Bu.” Khoir tidak ingin mengatakan keinginannya memiliki baju itu. Dia khawatir hal itu akan menyusahkan ibunya.

Khoir tidak mau melihat ibunya bersedih karena memikirkannya. Namun, Khoir masih saja memikirkan baju yang terpajang di toko yang ada di pasar itu. Ia sangat sedih karena tidak bisa membelinya. Kemudian Khoir mulai menabung.

Setelah beberapa lama menabung di celengannya, dia merasa bahwa uang itu cukup untuk membeli baju yang diinginkannya. Maka khoir mengatakan niatannya kepada ibunya.

“Ibu, sebenarnya Khoir ingin membeli baju yang dipajang di sebuah toko yang ada di pasar waktu itu. Khoir sudah menabung. Sepertinya sudah cukup untuk membeli baju itu. Boleh kan, Khoir  membuka celengan ini?”

Ibunya terharu. “Ibu tidak mengira kalau kamu rajin menabung. Ibu bangga padamu,” ucapnya sambil memegang tangan Khoir. “Baiklah, kapan kamu akan membeli baju baru itu? Kalau uangnya masih kurang, nanti biar Ibu tambahkan.”

“Terima kasih, Bu, Khoir ingin membelinya sekarang.”

“Baiklah!”

Khoir dan ibunya pun segera pergi ke toko baju yang dimaksud Khoir. Baju bola itu masih ada. Memang harganya cukup mahal, tetapi uang dari celengan Khoir cukup untuk membeli baju baru itu. Malah lebih. Kelebihan uangnya Khoir serahkan kepada ibunya. Namun, ibunya menyuruh Khoir untuk memasukkan uang itu ke celengannya lagi.

Malam harinya, sebelum tidur, Khoir teringat terus pada baju barunya. Dia ingin sekali hari cepat-cepat berganti pagi. Khoir  tidak sabar ingin memakai baju barunya itu sampai-sampai terbawa mimpi.[]