Malam itu hujan rintik-rintik menyertai langkah saya ke sebuah kafe bernama Umakite di bilangan Kemalaka, Jalan Raya Taktakan, tepat di belakang Polsek Taktakan. Ada janji yang sudah disepakati lusa sebelumnya, yakni bertemu dengan pendiri kafe tersebut.
Setibanya di parkiran kafe, saya disambut dengan senyum ramah beliau. Seusai memarkirkan sepeda motor, lekas saya menghampiri beliau seraya menjabat tangannya dan mengucapkan selamat atas pencapaiannya.
_____
- Terima kasih sudah meluangkan waktu di tengah kesibukannya, Kang. Kami dari Kurungbuka mengucapkan selamat kepada Kang Andi karena beberapa waktu lalu prangko edisi Habibie-Ainun yang didesain oleh Kang Andi resmi di-launching kepada publik.
Senang bisa ngobrol-ngobrol dengan anak muda, saya jadi merasa muda lagi hehe… Alhamdulillah, terima kasih banyak. Saya bersyukur bisa mendapatkan anugerah luar biasa ini.
- Wah, sangat luar biasa banget. Saya turut bangga, Kang, sebagai orang Banten. Mungkin bisa diceritakan dari awal bagaimana prosesnya hingga desain prangko Kang Andi dipilih oleh Almarhum Eyang Habibie?
Ini akan sangat panjang sekali, tapi singkatnya, waktu itu, selama satu tahun Eyang memang sedang mencari seorang pendesain prangko untuk project pribadinya. Eyang belum menemukan desain yang sreg dari beberapa pendesain.
Eyang pengennya di gambar prangko itu nggak ditonjolkan sebagai figure seorang mantan presiden dan nggak mau juga ditampilkan sebagai teknokrat. Kabarnya ada banyak desain yang sudah ditolak. Dimulai dari PT. Pos, Peruri, bahkan pendesain yang lulusan London juga ditolak.
- Lantas, apa yang membuat Eyang ngebet banget dengan desain Kang Andi?
Saya punya salah satu sahabat dan belakangan baru saya tahu ternyata dia saudara Eyang Habibie, namanya Gopal, dan katanya dia masih ada hubungan saudara dengan Eyang. Jadi memang bener-bener pertemanan yang tulus saja.
Dulu, dan sampe project kemaren, jika ada momen di mana dia butuh desain, dia pasti melibatkan saya. Di situ saya banyak membuat karya-karya yang masih berkutat dengan desainnya, semisal logo perusahaan dan sebagainya. Saya membantunya sebagai teman, dan cukup sebagai kebanggaan saja.
- Berarti Mas Gopal adalah penghubung Kang Andi dengan Eyang?
Iya. Dia orangnya out of the box. Nah, pada saat ada tugas dari Eyang, yang terpikir oleh dia itu saya. Waktu dia hubungi saya soal ini, saya pikir, ”lu becanda”. Nggak ada yang bisa menebak, karena sebelumnya ‘kan desainer grafis dari London juga ditolak oleh Eyang dalam pengerjaan prangko ini. Tapi sahabat saya itu kekeuh kalau tipe “goresan” desain saya ini tipe yang disukai Eyang.
Kemudian, setelah saya mengiyakan, akhirnya saya dimintai tolong secara langsung oleh Pak Thareq, putra kedua Eyang. Dari situ kemudian saya menemuinya di jalan Patra Kuningan, rumah Eyang Habibie.
Diceritakanlah soal prangko itu ke saya, lalu saya dikasih satu harddisk. Harddisk dari Eyang, miliknya. Foldernya tersusun sangat rapi, isinya ribuan foto Eyang bersama Ibu Ainun, dari tahun ke tahun. Dari masa muda hingga tua. Setelah dikasih data foto itu saya bukannya langsung bikin desain saya malah sakit ketika pulang.
- Lho, kok sakit Kang?
Karena bebannya itu lho. Ini gila banget, Artinya apa mungkin seorang Habibie menginginkan desain saya? Jadi saya harus berpikir keras dan nggak sembarangan. Tiga hari berikutnya saya hanya men-slideshow itu foto di harddisk lewat proyektor, ditemani istri saya. 230 ribu lebih foto. Artinya saya harus menyelami kehidupan seorang Habibie.
Waktu foto-foto muda, ternyata foto-fotonya luar biasa dan tak terduga.Foto-foto eksklusif yang nggak pernah saya lihat di tv atau di media mana pun. Fotonya itu ada yang julurin lidah dan pokoknya sangat humanis banget seperti saat kebersamaannya dengan cucu-cucunya. Bahkan ada yang beliau sedang dipijit hehe….
Langkah berikutnya saya melakukan riset terkait dengan prangko. Benda yang puluhan tahun saya tidak pegang. Kemudian saya berkomunikasi menggali informasi kepada filatelis. Saya juga telepon ke Aad, keponakan saya, yang tahu banget soal ini, sebab dia seorang filatelis.
Ketika saya tanya benda atau hal apa yang lekat dengan seorang kolektor prangko, dia bercerita bahwa benda yang paling dekat dengan filatelis adalah lup (kaca pembesar). Maka dari situ muncul ide desain prangko untuk Habibie-Ainun.
- Apa yang tebersit waktu itu, Kang?
Saya berpikir ide menggabungkan ribuan foto jadi dalam satu desain foto wajah (mosaik) dan saya baru tahu bahwa prangko sekarang menyatu dengan kavernya. Nah, saya mulai membuat desain sampulnya dulu. Saya bawa delapan desain, ini juga dalam rangka memperingati 8 windu hubungannya dengan Bu Ainun. Saya fokus mengerjakan dan cuma istri saya aja yang nemenin. Sengaja saya menyepi untuk beberapa hari.
Kemudian setelah dapat desain, kami berangkat lagi menemui Eyang. Ketika pertama kali melihat desainnya, Eyang hanya mencermatinya, di ruangan perpustakaan Bude, beliau lihat satu per satu foto-foto itu, detilnya, rupanya beliau amazed dengan desain di ipad yang saya tunjukkan.
Setelah kita hening beberapa saat, ternyata beliau menyenangi semua foto-foto yang ada di prangko itu. Eyang merasa seperti dibawa ke masa mudanya dulu bersama Ibu Ainun. Dari sana saya keluar ruangan dan pengen ngerokok haha…. Merasa lega, upaya kami nggak sia-sia. Dari sana beliau bercerita soal kehidupannya.
- Selain pembuatan perangko, pasti ada hal yang berkesan ‘kan yang didapat Kang Andi saat bertemu dengan Eyang?
Ada. Pelajarannya dari seorang Habibie, setelah di-acc dan dicetak saya berpikir dapat uang, “wah cair nih, gua”, namun kata beliau “saya bisa bayar kamu, berapa, satu miliar, dua miliar, tapi saya nggak mau, saya pengen kamu jadi tim di prangko ini dengan Thareq dan Gopal, jadi selamanya kamu harus merasakan manfaat dari prangko, karyamu ini. Selama prangko ini beredar kamu mendapatkan manfaatnya. Kamu mendapatkan value-nya”.
Saya sepakat. Lalu kami bertiga membahas soal jumlah cetakan pertama sebanyak 100 ribu prangko untuk dicetak, tapi Pak Habibie justru pengen sejuta lembar, masing-masing dari 8 desain itu, dan beliau tidak keberatan untuk menandatangani satu per satu.
Beliau amazed banget. Semangatnya itu, lho. Lalu saya bilang ini bakal jadi benda eksklusif, eh, beliau pun malah ingin dicetak versi emas.
- Pasti haru campur bangga itu perasaan Kang Andi saat itu, ya?
Bener banget. Saya merasa ini anugerah yang luar biasa dari Allah lewat Eyang. Eyang mengajarkan bahwa saya itu harus seperti Eyang. Duit itu akan ngikutin, misal dari lisensi pesawat karyanya, walaupun beliau meninggal itu duit ngalir miliaran tiap bulan. Dia ingin karya saya di prangkonya ini, lisensinya terus ada di saya.
Selain itu beliau sangat nasionalis. Pos bilang kita cetak di Belanda aja karena kualitas cetakannya lebih bagus dibanding di Indonesia, kita ajuinlah ke Eyang, eh, Eyang nggak mau. Katanya harus ke PT. Pos aja, Peruri aja, dan katanya itu lebih baik daripada Belanda.
Lalu saat akan bikin Perangko emas, kita bulak-balik Singapura, kita nyaranin bikin di sana, tapi tetep. Eyang nggak mau, katanya di PT. Antam aja, kita pasti bisa, kok. Mendapati itu saya terharu, sungguh beliau adalah tauladan.
- Kita pasti berduka ketika Eyang meninggalkan kita semua, lalu apakah sebelum meninggal ada pesan dari Eyang terkait peluncuran prangkonya?
Pada saat bulan Agustus kemarin kita produksi. Dan semua yang ngurus-ngurus itu saya. Jadi saat mau cetak saya bertemu dengan Fadli Zon, dan beberapa tokoh pemangku kebijakan, berbulan-bulan meeting dan segala macam.
Deal kita cetak itu, mudah-mudahan momentumnya tepat, apalagi film biopik kisah hidup Eyang juga sedang digarap, dan pada saat itu memang bertepatan dengan Eyang dirawat di RS. Jadi kami pikir, mumpung masih sehat pas sebelum meninggal.
_______
Perbincangan kami ditutup dengan harapan semoga sekarang Eyang sudah berbahagia di sana, bertemu dengan kekasih hatinya, si gula jawa, Ibu Ainun.
Perangko edisi Habibie-Ainun ini baru satu desain yang di-launching. Secara berkala, akan diluncurkan satu per satu oleh PT. Pos Indonesia. Pastikan kamu mengoleksi satu atau bahkan semua desainnya. Karena perangko ini sangat eksklusif. Sama eksklusifnya dengan kisah cinta Almarhum Eyang Habibie dan Ibu Ainun. (Lemri)