Thailand. Negeri berjuluk Seribu Pagoda ini mempunyai keindahan yang tak perlu diragukan. Setiap tahunnya, jutaan turis bertandang demi melihat salah satu primadona Asia Tenggara. Namun, bicara tentang Thailand tak adil jika hanya membahas glamornya Bangkok, riuhnya Pattaya, atau eloknya Chiang Mai. Di balik megahnya hutan beton yang mengepung Bangkok, kita bisa melipir sejenak menikmati tur sehari melihat ladang bunga matahari terbesar di Distrik Nong Khaem, Provinsi Lopburi.
Terletak di utara Bangkok, Provinsi Lopburi bisa ditempuh dengan beragam cara. Sebagai budget traveller, tentu saya memilih biaya termurah namun tetap aman dan nyaman. Dari stasiun tua legendaris Hua Lamphong yang terletak di jantung kota, kita akan tiba di Stasiun Lop Buri tepat tiga jam kemudian. Harga tiket kelas tiga menuju ke sana pun sangat murah, hanya 50 THB untuk sekali jalan.
Tiba di Stasiun Lopburi, kita langsung disambut bangunan-bangunan tua bernilai historis. Reruntuhan candi bergaya Khmer berusia ratusan tahun tersebar di beberapa titik. Tepat di depan stasiun, berdiri sisa-sisa reruntuhan Wat Phra Sri Mahattat yang menyimpan patung Buddha tanpa kepala. Tiket masuk Wat Phra Sri Mahattat adalah 50 THB, sedang saya sangat beruntung siang itu sebab penjaga candi tidak menarik biaya sepeserpun dari saya dan langsung mempersilakan masuk dengan sedikit wawancara mengenai daerah asal dan untuk apa saya datang ke Lopburi. Saat mendengar saya berasal dari Indonesia dan sedang menuntut ilmu di salah satu universitas negeri di Bangkok, ia sangat excited dan tidak keberatan menceritakan sekelumit kisah tentang candi tersebut.
Selain dikenal sebagai kota tua, Lopburi juga dikenal sebagai ‘kota monyet’ yang dipadati ribuan ekor jenis macaque di sepanjang jalan. Jalur pedestrian yang ramah bagi para pejalan membuat saya betah menyusuri sambil terus membidikkan lensa demi mengabadikan penjuru kota. Setiap bulan November di Lopburi juga digelar Monkey Buffet Festival di mana ribuan monyet bebas menikmati persembahan buah dan sayuran dari pengunjung yang datang. Acara tersebut berpusat di Wat Phra Prang Sam Yod yang tak jauh pula dari stasiun.
Sebelum matahari semakin panas, saya harus kembali pada tujuan awal yaitu mengunjungi ladang bunga matahari. Dari Stasiun Lopburi saya menuju Khok Samrong di Distrik Nong Khaem. Konon, di sanalah ladang terbesar dan tercantik yang menjadi pusat penghasil biji kuaci di Thailand. Karena tak ada kendaraan umum yang bisa menjangkau secara efektif, saya bersama sembilan teman lain memutuskan menyewa mobil bak terbuka seharga 1200 THB. Tak terlalu mahal untuk dibagi dengan rombongan.
Matahari panas menyengat dan angin berembus sangat kencang di sepanjang jalan menuju Khok Samrong. Beruntung alam tak menghalangi keceriaan kami yang tak sabar melihat ladang bunga matahari. Ketika duduk di bangku SD dan pertama kali mengenal komputer, saya senang memandangi wallpaper berupa ladang bunga matahari maha luas yang kontras dengan birunya langit cerah. Dari sana mimpi saya bermula dan terus saya peram hingga terkabul di Thailand.
Tiba di Khok Samrong, cerita orang-orang memang tak pernah bohong. Ladang bunga matahari luas dan sangat indah membuat hati membuncah. Kami bersembilan menari-nari di tengah suhu terik bagai peri-peri turun dari langit. Kuntum-kuntum bunga yang besar seperti sang surya yang tersenyum lebar. Di antara ladang yang luas menghampar, disediakan panggung dengan background cantik serta beragam properti lain seperti kincir angin, bunga raksasa, dan lain sebagainya sehingga kami tiada bosan menggambil gambar. Sementara, perbukitan hijau membentang laksana bingkai yang menaungi ladang, sungguh indah mahakarya Tuhan.
Ladang bunga matahari yang kami datangi tak menarik ongkos sama sekali. Bahkan parkir kendaraan pun gratis. Meski terlihat padat, namun tak ada satu pun pengunjung yang menginjak-injak sebab di tiap deretan bunga disediakan jalur untuk lewat. Setelah puas berfoto dan menikmati keindahan ladang, deretan pedagang memanjakan perut kami yang lapar. Ada banyak yang mereka tawarkan, mulai dari makanan halal, minuman segar, biji kuaci, hingga souvenir serba bunga matahari.
Sore hari di perjalanan pulang, kami masih menangkap kecantikan lain dari Lop Buri. Sebuah kuil sunyi yang memiliki patung Buddha berukuran besar berkilau emas nampak dari atas bukit. Oleh driver, kami diantar meminta izin untuk mendaki tangga dan menyaksikan dari dekat. Sungguh hari yang padat dengan kebahagiaan yang lengkap.
Nah, kamu yang ingin menyaksikan keindahan ladang bunga matahari dan kesyahduan kota tua di Lopburi, datanglah setiap bulan November hingga Januari, sebab pada bulan tersebut bunga matahari sedang mekar secara alami. Siapkan outfit cerah yang kontras dengan warna bunga agar foto yang dihasilkan lebih merona. Terakhir, bagi kamu yang Muslim tak perlu ragu mengerjakan salat sebab di belakang Stasiun Lopburi tersedia masjid untuk beribadah sembari beristirahat. Khob khun mak Lopburi, see you again kha!